Senin 15 Feb 2021 17:59 WIB
Metamorfosa

Kembali pada Substansi

Kembali pada substansi, dalam situasi yang serba tak menentu, tak lagi jadi pilihan.

Waktu (ilustrasi)
Foto: .
Waktu (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh HD Iriyanto (Inspirator Metamorphosis; Dosen Universitas AMIKOM Yogyakarta)

Salam Metamorfosa, Salam Perubahan…

Saya mohon izin mengajak Anda memikirkan hal-hal berikut ini. Apakah Anda pernah mengalami suatu kondisi merasa tidak punya waktu yang cukup untuk merampungkan pekerjaan atau aktivitas Anda? Ketika Anda bermaksud menyelesaikan suatu urusan, tiba-tiba datang urusan lain yang juga minta untuk diselesaikan secepatnya.

Ketika itu, Anda pun merasa bahwa semua urusan terasa mendesak, harus segera ditangani. Pada akhirnya, Anda seperti terseret dan tergulung oleh gelombang besar yang tidak pernah surut. Yang lebih celaka lagi, kendati Anda sudah mengerahkan banyak energi, namun hasilnya belum juga mendekatkan Anda pada tujuan yang ingin Anda raih. Ibarat kata, Anda capek tapi hanya berlari di tempat.

Para pembaca yang siap berubah menjadi lebih baik…

Boleh jadi bukan hanya Anda yang pernah mengalaminya. Ada banyak orang lain yang juga pernah merasakan hal yang sama. Sejujurnya, termasuk saya sendiri. Kok bisa? Itulah yang oleh Stephen R. Covey disebut dengan istilah ‘manusia krisis’. Yakni manusia yang menganggap segala urusan sebagai penting dan mendesak. Meski yang sesungguhnya terjadi lebih banyak mendesaknya, daripada pentingnya.

Salah satu penyebab yang melahirkan kondisi seperti itu adalah kegagalan seseorang menempatkan hal yang penting atau substantif secara tepat. Karena dari kegagalan ini, seseorang jadi mudah sekali dibelokkan atau diinterupsi oleh hal-hal yang tampak mendesak. Sehingga waktu, pikiran, dan tenaga banyak terkuras, namun hasil akhirnya tidak seperti yang diharapkan.

Agar kegagalan tersebut tidak terus berlanjut, maka tips berikut ini boleh Anda coba. Yang pertama, maknai sesuatu yang substantif sebagai hal yang berhubungan dengan terwujudnya misi, visi, dan tujuan Anda. Apakah itu dalam urusan agama, karier, bisnis, rumah tangga, pendidikan, atau kegiatan kemasyarakatan.

Kedua, sesuatu yang substantif itu memerlukan perencanaan yang matang. Maka sesuatu yang hadirnya tiba-tiba, kendati tampak penting, sesungguhnya bukanlah sesuatu yang penting. Mungkin hanyalah sesuatu yang mendesak untuk diselesaikan. Dan ini tidak selalu diri Anda sendiri yang harus menyelesaikannya. Anda bisa meminta atau mendelegasikan ke orang lain untuk mengerjakannya.

Yang ketiga, sesuatu yang substantif itu memiliki dampak jangka panjang. Kekeliruan investasi atau berhutang dalam menjalankan sebuah bisnis, tidak hanya berdampak jangka pendek. Akibat dari kekeliruan tersebut bakal dirasakan dalam tempo yang panjang, bahkan bisa terwarisi oleh generasi-generasi berikutnya.

Dan yang keempat, sesuatu yang bersifat substantif itu membutuhkan kecakapan atau kompetensi yang sangat memadai. Mendidik anak di rumah, misalnya, ternyata sangat membutuhkan empat macam kecakapan atau kompetensi dari para orang tua. Yakni coaching, counseling, mentoring, dan therapist. Jika orang tua hanya memiliki sebagian saja, maka proses dan mendidik anak di rumah tak akan sampai pada hasil akhir yang terbaik.

Kembali pada substansi, dalam situasi yang serba tidak menentu, bukan lagi menjadi sebuah pilihan. Namun telah menjadi sebuah keniscayaan. Meningkatkan fleksibilitas, daya adaptasi, dan kelenturan pribadi dan tim merupakan urusan yang bersifat substantif. Sebab jika Anda mengabaikan, maka sudah pasti Anda harus menanggung akibat buruk yang sangat merugikan.

Masihkah Anda kurang percaya pada paparan saya? Semoga tidak. Keep spirit & change your life.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement