REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meminta Surat Keputusan Bersama (SKB) untuk guru khususnya non-ASN yang dibuat oleh Mendikbud, Menag, dan Mendagri. SKB ini dinilai dibutuhkan agar para guru non-ASN dan honorer tetap mendapatkan perhatian dari negara.
Kepala Bidang Advokasi P2G Iman Zanatul Haeri mengatakan selama ini praktik diskriminatif masih banyak menimpa guru honorer dan guru tetap yayasan/madrasah. Hal yang marak dilakukan adalah pemberhentian sebagai guru tetap secara sepihak.
Regulasi pemerintah selama ini masih lebih mengatur para guru ASN yang merupakan pegawai negeri milik pemerintah daerah. Sementara guru swasta seperti tidak ada yang memberikan perhatian. "Mas Menteri hendaknya gercep (gerak cepat) juga menuntaskan nasib guru Non-ASN ini. Untuk urusan SKB Seragam Sekolah bisa gercep, tapi urusan guru honorer masih agak lambat," kata Iman, dalam keterangannya, Rabu (17/2).
SKB 3 Menteri tersebut diharapkan juga memberikan kepastian akan kesejahteraan para guru sekolah swasta dan honorer. Khusus untuk guru honorer misalnya, kepastian kesejahteraannya mesti dijamin sesuai UMP/UMR daerah tersebut.
"Kawan-kawan buruh bisa memperoleh upah sesuai UMP/UMR, sedangkan guru honorer banyak yang upahnya di bawah standar UMP/UMR. Memang sungguh tragis nasibnya," lanjut dia.
Baca juga : SKB 3 Menteri: Menutup Aurat Bukan Pilihan Tapi Kewajiban
P2G juga meminta Kemdikbud dan pemda segera menyelesaikan persoalan kesejahteraan guru honorer. Sebab semua persoalan ini diakibatkan tidak adanya kepastian nasib guru honorer oleh pemda yang sering abai.
Selain itu, P2G juga mendorong komitmen Kemdikbud, Kemenag, Kemenpan RB, Kemendagri, dan BKN agar memaksimalkan pendaftaran para guru di daerah agar mengikuti seleksi Guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). P2G khawatir program ini tidak akan mencapai target yaitu satu juta guru menjadi PPPK.