REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Patokan perkembangan anak bukan semata tentang tinggi badan saja, orangtua harus memperhatikan perkembangan fisik, kognitif dan sosioemosional buah hati. Psikolog anak dan keluarga Anna Surti Ariani menegaskan, potensi prestasi itu harus berkembang bersama dan setara.
Dari aspek fisik yang perlu diperhatikan adalah apakah anak tumbuh tinggi sesuai grafik pertumbuhan, lalu dari segi kognitif adalah kemampuan anak untuk berpikir cepat. Dari aspek sosioemosional yang harus diperhatikan adalah bagaimana kepercayaan diri anak, kemampuan bersosialisasi dan ketangguhan buah hati.
"Supaya bisa berkembang optimal, anak butuh nutrisi lengkap dan stimulasi yang tepat," kata psikolog di Lembaga Assesmen dan Intervensi Psikologis, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, dalam webinar, dikutip Senin (22/2).
Anna menjelaskan dampak asupan nutrisi yang kurang serta stimulasi yang tidak tepat terhadap perkembangan psikologis anak. Jika asupan nutrisi tidak optimal, tinggi serta berat badan tidak sesuai perkembangan tahap usianya, juga merasa mudah lelah dan lemas serta kualitas tidur berkurang.
Dari segi kognitif, anak yang kurang nutrisi dan stimulasi akan sulit berkonsentrasi sehingga daya tangkapnya rendah. Akibatnya, anak jadi mudah lupa dan prestasinya pun rendah. Ini juga mempengaruhi sosioemosional buah hati, sebab anak bisa jadi mudah marah, sulit mengendalikan emosi dan minder atau sulit bergaul sampai mengalami masalah kesehatan mental.
Anna memberikan kiat untuk orangtua agar bisa memberikan stimulasi yang sesuai demi tercapainya potensi prestasi anak. Agar tumbuh kembang fisik anak optimal, sediakan area di rumah di mana anak bebas bergerak secara aman.
"Walau rumah kecil, buat area di mana anak bisa berguling-guling atau loncat-loncat secara aman," tutur dia.
Perbanyak aktivitas fisik untuk anak, sesederhana memanfaatkan bola untuk bermain sepak bola hingga lempar tangkap. Orangtua juga bisa melibatkan anak dalam kegiatan rumah tangga untuk melatih kemampuan motorik, juga ajari dia untuk melakukan hal-hal seperti mandi dan memakai baju sendiri.
Untuk urusan berpikir cepat dan aktif bersosialisasi, orangtua bisa melakukan stimulasi dengan sering bercengkrama dengan anak, sering mengobrol memakai bahasa yang digunakan orang-orang sekitarnya. Bila lingkungan sekitar berbahasa Indonesia, ajak anak bicara menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Jika ingin mengajari dua bahasa, sebaiknya jangan dicampur-campur.