REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Abdul Rachman Thaha*
Perbedaan perlakuan hukum terhadap public figure dan warga jelata jelas-jelas mengoyak rasa keadilan dan berisiko memengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegakan hukum. Semakin menyedihkan ketika pertimbangan kemanusiaan itu justru diberikan kepada tersangka pidana kesusilaan. Padahal, saat yang bersangkutan melakukan pidana kesusilaan itu, terlebih karena dia mabuk, sangat mungkin dia tidak ingat pada darah dagingnya sendiri.
Sementara, terhadap ibu rumah tangga (IRT) yang peduli pada kesehatan keluarga, nilai kemanusiaan itu justru absen. Saya sudah sampaikan beberapa opsi kepada wakil jaksa agung dan pimpinan kementerian-lembaga terkait lainnya.
Pertama, benahi seluruh sistem penahanan dan pemasyarakatan agar layak menjadi tempat tahanan maupun napi mengasuh anak. Dengan pembenahan tersebut, para IRT tersebut dan Gisel bisa tetap mengasuh anak mereka masing-masing selama mereka menjalani penahanan. Ini juga bermanfaat bagi para tahanan maupun napi yang notabene merupakan orang tua yang memiliki anak kecil.
Tapi pembenahan sistemik itu boleh jadi makan waktu tidak sebentar. Jadi yang paling realistis adalah opsi kedua.
Kedua, keluarkan para IRT itu dari ruang tahanan. Sehingga, tidak hanya Gisel, para IRT tersebut juga bisa sama-sama mengasuh anak mereka masing-masing.
TENTANG PENULIS: Abdul Rachman Thaha, Anggota DPD RI asal Sulawesi Tengah