REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konstitusi mengamanatkan negara mengakui dan menghormati masyarakat adat beserta hak tradisionalnya di Indonesia. Namun, amanat tersebut nampaknya belum optimal dijalankan oleh negara.
Wakil Ketua DPR RI, Abdul Muhaimin Iskandar mengatakan kendati konstitusi dan sejumlah UU telah menjamin hak masyarakat hukum adat, tapi praktiknya ketentuan itu belum dipenuhi. Padahal kontribusi mereka sangat nyata bagi Indonesia.
“Masyarakat adat mempunyai kontribusi yang nyata, kita harus meyakinkan semua pihak bahwa kontribusi masyarakat adat ini signifikan, baik dalam pembangunan ekonomi nasional, maupun dalam merawat kebhinekaan,” kata Gus AMI saat menghadiri Webinar Urgensi UU Masyarakat Adat, Kamis, (25/2).
Dari kajian Aliansi Masyarakat Adat (AMAN), saat ini masih banyak masyarakat adat yang kehilangan wilayahnya karena masuk dalam wilayah konsesi seperti perkebunan dan pertambangan. Hak-hak masyarakat hukum adat masih terancam dan belum mendapat perlindungan yang memadai.
Padahal, kata Gus AMI, kontribusi masyarakat adat sebagai penopang ekonomi Indonesia sangat besar. Produktifitas masyarakat adat mampu menyaingi komoditas perkebunan koorporasi. Segala risiko secara langsung dirasakan oleh masyarakat adat, hak mereka menjadi terus terpinggirkan oleh upaya yang justru mengatasnamakan pembangunan dan permberdayaan.
“Teori ini yang harus terus kita perjuangkan untuk meyakinkan terus bahwa produktifitas nilai ekonomi masyarakat adat mampu bersaing dengan komoditas perkebunan koorporasi,” tutur Gus AMI.
Musibah longsor serta banjir besar yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia menurut Gus AMI bukan semata-mata karena gejala alam, namun akibat dari kesalahan strategi pembangunan yang mengeksploitasi sumber daya alam (SDA), tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan.
“Saya berulang kali menyampaikan kepada bapak Presiden, bencana ini bukan semata-mata luapan air dan fenomena alam, tapi juga karena kerusakan dan ekspolitasi yang berlebihan,” ujar Gus AMI.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menyatakan, ketidakberdayaan ekonomi saat Indonesia dihantui pandemi Covid-19 bisa dijadikan momentum untuk mencari kekuatan alternatif, terutama dalam menata ulang dan memberdayakan kebijakan lingkungan di Indonesia.
Dia juga menyoroti kebijakan investasi yang begitu terbuka di Indonesia di mana pemegang kekuatan itu adalah pemilik modal atau koorporasi. Menurutnya kebijakan ini benilai baik, namun juga kerap meminggirkan masyarakat adat karena dianggap sebagai penghambat pembangunan.
“Saya sangat mendukung pengesahan UU Masyarakat Adat ini sebagai sebuah keniscayaan. Sebagai Wakil Ketua DPR saya mengajak Fraksi-Fraksi terus tidak pernah berhenti membaca, menerima fakta-fakta lapangan yang tumbuh dan berkembang di masa yang sulit, sehingga kita memberi jawaban alternatif yang cepat bagi kemajuan, kesejahteraan bangsa Indonesia,” tutup Gus AMI.
Hadir dalam diskusi tersebut Ketua BKPM, Bahlil Lahadalia, Sekjen AMAN, Rukka Sombolinggi, Komisaris Independen PTPN V, Budiman Sudjatmiko, Ekonom UI, Faisal Basri, Anggota Komisi IV DPR RI, Sulaeman L. Hamzah, Anggota baleg DPR RI, Ibnu Multazam, dan Anggota Komisi II DPR RI, Rezka Oktoberia.