Sabtu 27 Feb 2021 18:29 WIB

Harapan dan Kenyataan di Negara Hukum

Negara hukum harus berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan bagi seluruh warga

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Buya Amirsyah Tambunan. Negara hukum harus berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan bagi seluruh warga
Foto: dok. Istimewa
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Buya Amirsyah Tambunan. Negara hukum harus berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan bagi seluruh warga

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Amirsyah Tambunan/Sekjen Majelis Ulama Indonesia

Akhir pekan kita memperoleh dua informasi yang menjadi viral pertama, soal investasi bebas terkait minuman beralkohol (Minol). Sementara kedua soal kerumunan massa di masa pandemi Covid 19 oleh Presiden Jokowi ketika berkunjung ke NTT.

Soal investasi minol belum sejalan dengan peraturan-perundang undangan yang berlaku. Saya mengapresiasi Majelis Rakyat Papua (MRP) secara tegas menolak investasi produksi minuman keras di wilayah tersebut. 

Hal ini disampaikan sehubungan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang menetapkan Papua sebagai salah satu wilayah tempat minuman keras alias minuman beralkohol boleh diproduksi secara terbuka. Anggota Kelompok Kerja Agama MRP, Dorius Mehue secara tegas menyampaikan jika mau investasi di Papua, silakan hanya saja yang baik. "Jika mau investasi silakan tapi bawa yang baik-baik Jangan bawa yang membunuh generasi muda Papua," kata Dorius kepada Republika.co.id, Jumat (26/2). 

MRP adalah majelis yang diamanatkan UU Otonomi Khusus Papua dan harus dimintai persetujuannya terkait kebijakan-kebijakan di Papua. Namun, menurut tokoh perempuan Papua itu, pihaknya sama sekali belum diajak bicara soal perpres tersebut. Lebih jauh Dorius yang juga ketua Persekutuan Wanita Gereja Kristen Indonesia (PW GKI) Papua menekankan, dampak minuman keras di Papua selama ini sangat merugikan warga. 

Saya pribadi mendorong usaha selama ini untuk mengikis persoalan miras ini. MRP juga telah membentuk Koalisi Antimiras guna menanggulangi persoalan yang dipandang serius di Papua tersebut. Sebab itu, ia tak menginginkan upaya-upaya tersebut dikandaskan lagi dengan regulasi yang lebih permisif soal miras di Papua.

Saya juga menyarankan agar pemerintah  berupaya membawa investasi yang bisa membangun lapangan kerja di papua secara positif. Pemprov Papua telah menerbitkan Perda Provinsi Papua Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pelarangan Produksi, Pengedaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol. Pada Pasal 6 regulasi itu diatur, "Setiap orang atau badan hukum perdata dilarang memproduksi minuman beralkohol Golongan A, Golongan B, dan Golongan C."

Kemudian pada Pasal 7 diatur, "Setiap orang, kelompok orang, atau badan hukum perdata dilarang memproduksi minuman beralkohol yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan/atau bahan alami serta memproduksi minuman beralkohol dengan cara racikan atau oplosan." "Peraturan itu yang harus ditegakkan di Papua. Implementasikan pembatasannya yang sekarang belum optimal," kata Dorius Mehue.

Pemerintah sebelumnya telah menetapkan industri minuman keras sebagai daftar positif investasi (DPI). Sebelumnya, industri minuman beralkohol merupakan bidang insdustri tertutup. Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Beleid yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini telah diteken Presiden Joko Widodo dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021.

Aturan tersebut merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dalam Lampiran III Perpres Nomor 10/2021 pada angka 31, 32, dan 33 ditetapkan bahwa bidang usaha industri minuman keras mengandung alkohol, alkohol anggur, dan malt terbuka untuk penanaman modal baru di Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan setempat

Kerumunan Massa

Kedua, soal kerumunan massa di masa pandemi Covid 19 oleh Presiden Jokowi ketika berkunjung ke NTT. Salah satu tokoh yang merespon cepat wakil Ketua Umum MUI buya Anwar Abbas juga Ketua PP Muhammadiyah.

Menurut hemat saya respon ini wajar karena di tengah keprihatinan bangsa dalam penanganan Covid 19 sudah sepatutnya kita lebih fokus menyelesaikan masih tingginya perkembangan Covid 19 dalam melakukan pencegahan baik dalam bentuk vaksinasi maupun penegakan protokol kesehatan 5 sehat 6 sempurna mulai dari pakai masker, cuci tangan, jaga jarak (menghindari kerumunan), olah raga (jangan panik, istirahat yg cukup), makan yang halal dan thoyib, serta doa dan tawakkal kepada Allah. 

Untuk itu sebagai warga negara yang baik kita berharap agar dapat  memahami bahwa Indonesia sebagai negara hukum disebutkan pasal 1 Ayat 3 Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Sebagai negara hukum di dalamnya terdapat berbagai aspek peraturan-peraturan yang bersifat memaksa dan mempunyai sanksi tegas apabila dilanggar. 

Pertanyaannya apakah Indonesia sebagai negara hukum telah menjadi kenyataan dalam berbagai aspek kehidupan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ? Jawabannya ada  harus didasarkan teori dan praktiknya. Dalam teori hukum telah tertera dalam produk perundang-undangan serta turunannya yang berlaku di wilayah NKRI. 

Kedua, dalam bentuk praktiknya Negara hukum harus berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan bagi seluruh warga negara. Untuk Indonesia, negara hukum didasarkan pada nilai-nilai Pancasila yang merupakan pandangan hidup bangsa dan sumber dari segala sumber hukum. 

UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP)   Pasal 7 ditegaskan bahwa

(1)Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:

a.Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b.Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c.Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

d.Peraturan Pemerintah;

e.Peraturan Presiden;

f.Peraturan Daerah Provinsi; dan

g.Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

(2)Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Masyarakat Indonesia berharap bahwa hukum di Indonesia harus dilandasi dengan semangat menegakkan nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan sebagaimana yang terkandung dalam Pancasila. 

Atas dasar itu  prinsip-prinsip penegakan negara hukum menurut Jimly Asshiddiqie adalah;  supremasi hukum, persamaan dalam hukum, proses hukum yang baik dan benar, pembatasan kekuasaan, lembaga eksekutif independen, peradilan yang bebas dan mandiri, Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Konstitusi, Perlindungan HAM. Hal ini penting dipahami warga bangsa  merupakan sarana untuk mewujudkan tujuan negara yang adil dan makmur.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement