Anggota DPR Minta Biaya Listrik Panas Bumi Dikurangi

Subsidi terkait panas bumi bukanlah ide yang menarik di tengah kondisi pandemi

Selasa , 09 Mar 2021, 03:38 WIB
Pekerja melakukan perawatan instalasi sumur Geothermal atau panas bumi PT Geo Dipa Energi di kawasan dataran tinggi Dieng Desa Kepakisan, Batur, Banjarnegara, Jawa Tengah, Rabu (19/8/2020). PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) dan PT Geo Dipa Energi (Persero) pada hari ini Rabu (19/8/2020) melakukan penandatanganan perjanjian dengan Asian Development Bank (ADB) untuk proyek Pembangunan PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) Dieng Unit 2 dan PLTP Patuha Unit 2 masing masing berkapasitas 55 MW, sebagai salah satu wujud upaya penyediaan listrik melalui Energi Baru Terbarukan (EBT) panas bumi.
Foto: ANTARA/Anis Efizudin
Pekerja melakukan perawatan instalasi sumur Geothermal atau panas bumi PT Geo Dipa Energi di kawasan dataran tinggi Dieng Desa Kepakisan, Batur, Banjarnegara, Jawa Tengah, Rabu (19/8/2020). PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) dan PT Geo Dipa Energi (Persero) pada hari ini Rabu (19/8/2020) melakukan penandatanganan perjanjian dengan Asian Development Bank (ADB) untuk proyek Pembangunan PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) Dieng Unit 2 dan PLTP Patuha Unit 2 masing masing berkapasitas 55 MW, sebagai salah satu wujud upaya penyediaan listrik melalui Energi Baru Terbarukan (EBT) panas bumi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR Mulyanto meminta pemerintah menurunkan biaya produksi listrik dari pembangkit panas bumi. Antara lain melalui efisiensi teknologi atau dukungan infrastruktur sehingga tidak mengandalkan subsidi APBN.

"Fraksi PKS menilai untuk menghilangkan hambatan keekonomian harga listrik dari sumber energi panas bumi (PLTP), yang masih di atas biaya pokok pembangkitan PLN, tidaklah serta-merta dilakukan dengan subsidi pemerintah atau memberikan dana kompensasi listrik atas selisih biaya tersebut," kata Mulyanto dalam rilis di Jakarta, Senin (8/3).

Baca Juga

Menurut dia, subsidi terkait panas bumi bukanlah ide yang menarik di tengah kondisi pandemi di mana kebijakan fiskal difokuskan untuk membeli vaksin dan biaya kesehatan masyarakat. Ia berpendapat bahwa menghilangkan hambatan keekonomian harga listrik dari sumber energi panas bumi sangat penting agar harga keekonomian listrik dari panas bumi kompetitif dibanding listrik sumber energi lain.

Mulyanto menambahkan dengan kondisi fiskal sekarang ini, di mana defisit APBN lebih dari 5 persen PDB, kurang masuk akal kalau pemerintah harus dibebani dengan tambahan subsidi listrik panas bumi. "Solusi yang menarik justru datang dari pihak industri, yang berupaya menurunkan biaya capital expenditure seperti biaya infrastruktur jalan, terutama yang bersifat sosial, yang harus dibangun pengembang serta biaya eksplorasi yang berisiko tinggi," paparnya.