REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Administrasi Negara dari Universitas Diponegoro (Undip) Kismartini berpendapat rekrutmen guru dan tenaga kependidikan (GTK) honorer menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) perlu menggunakan tes kompetensi. Dilakukannya tes kompetensi ini, kata dia berdasarkan dengan peraturan yang ada di dalam Undang-undang.
"Saya berpegang pada UU rekrutmen sistem merit, artinya penerimaan ASN melalui tes itu memang sangat dibutuhkan, karena itu tertuang di dalam UU. Jadi, tes kompetensi untuk mengangkat PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) masih diperlukan," kata Kismartini, saat rapat dengan Komisi X DPR RI, Selasa (9/3).
Selain memang tertuang di dalam UU, ia mengatakan tes kompetensi tersebut harus dilakukan untuk mendapatkan tenaga profesional yang berkualitas. Pada jangka panjang, tenaga profesional dan berkualitas tentunya akan menghasilkan mutu pendidikan yang lebih baik.
Namun, terdapat masalah yang belum terselesaikan. Yakni, jika ada GTK honorer yang tidak lolos tes kompetensi. Terkait hal ini, Kismartini melihat di Jawa Tengah, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) turut mendampingi para guru agar bisa lolos tes seleksi ASN nantinya.
"Ada pendampingan GTK honorer untuk menghadapi seleksi. Ini mungkin kebijakan daerah," kata dia lagi.
Ia menambahkan, saat ini terdapat usulan dari beberapa pihak yaitu selain tes seleksi, rekrutmen untuk GTK honorer perlu dibuat pembobotan dari sisi masa kerja. Kismartini menilai, usulan ini bisa dilakukan agar keadilan tetap tercapai untuk para GTK honorer meskipun harus melalui tes seleksi.
Lebih lanjut, ia mendengar di beberapa tempat rekrutmen guru honorer tidak berjalan dengan ketat. Jika seleksi ini tidak ketat, maka menurutnya perlu dipertanyakan kompetensi tenaga honorer tersebut. Melalui tes seleksi resmi, kompetensi mereka bisa dipertanggungjawabkan.