Kamis 11 Mar 2021 09:19 WIB

Mengenal Hipospadia, Kelainan Bawaan Lahir yang Langka

Diagnosa hipospadia baru bisa dilakukan saat bayi lahir.

Rep: Puti Almas/ Red: Indira Rezkisari
Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Andika Perkasa (tengah) memperkenalkan Serda Aprilia Manganang via videotron di Markas Besar TNI Angkatan Darat (Mabes AD), Jakarta, Selasa (9/3/2021). Aprilia Manganang diperlkenalkan kembali dengan jenis kelamin laki-laki usai melakukan corrective surgery oleh tim dokter TNI AD. Ia diketahui mengidap kondisi langka hipospadia.
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Andika Perkasa (tengah) memperkenalkan Serda Aprilia Manganang via videotron di Markas Besar TNI Angkatan Darat (Mabes AD), Jakarta, Selasa (9/3/2021). Aprilia Manganang diperlkenalkan kembali dengan jenis kelamin laki-laki usai melakukan corrective surgery oleh tim dokter TNI AD. Ia diketahui mengidap kondisi langka hipospadia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Hipospadia merupakan suatu kondisi ketika lubang uretra tidak terletak di ujung penis (alat kelamin laki-laki). Kondisi medis tersebut menjadi salah satu penyakit dengan kategori sangat langka, tercatat terdapat kurang dari 15 ribu kasus per tahun di Indonesia.

Dokter spesialis urologi Willy Irawan mengatakan hipospadia adalah kelainan genitalia eksterna atau alat kelamin bagian luar anak laki-laki.  Meski tergolong penyakit sangat langka, ia menyebut bahwa kasus dari kondisi ini cukup banyak terjadi, seperti di Amerika, tercatat satu dari 250 kelahiran bayi laki-laki yang mengalaminya.

Baca Juga

“Diagnosa (hipospadia) baru bisa dilakukan saat pasien lahir. Dianggap hipospadia jika terdapat tiga kriteria,” ujar Willy, Kamis (11/3).

Willy menyebut tiga kriteria tersebut adalah pertama muara ureter atau lubang kencing tidak berada di ujung penis. Kedua, penis bengkok dan ketiga ada kelebihan kulit penis bagian atas.

Kategori beratnya hipospadia menurut Willy bermacam-macam. Untuk mengatasi kondisi penyakit ini, biasanya prosedur operasi perlu dilakukan dan tidak bisa hanya dengan konsumsi obat.

“Biasanya operasi dilakukan saat pasien masih anak-anak, sebelum usia sekolah. Kadang diperlukan dua tahap operasi kalau derajat hipospadia yang dimiliki berat,” jelas Willy.

Willy menyebut bahwa salah satu penyebab hipospadia adalah gangguan perkembangan hormon saat pasien masih berada dalam kandungan. Namun selain itu, ada faktor pengaruh hormon dari luar yang mempengaruhi kondisi ini.

Sementara itu, dikutip WebMD, seperti kelainan bawaan lahir, belum ada para ahli yang bisa memastikan penyebab hipospadia. Namun, beberapa kemungkinan lainnya adalah:

1. Genetik

Beberapa sindrom genetik dikaitkan dengan hipospadia dan orang tua dengan riwayat kelainan ini berpotensi lebih besar memiliki keturunan dengan kondisi serupa.

2. Terapi hormon

Terapi hormon khusus, seperti untuk membantu kehamilan disebut dapat menjadi salah satu faktor yang berisiko meningkatkan hipospadia.

3. Usia dan Berat Badan ibu saat hamil

Risiko melahirkan anak dengan hipospadia lebih tinggi pada ibu hamil dengan usia di atas 35 tahun dan berat badan berlebih atau obesitas.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement