REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Stunting masih menjadi masalah yang cukup serius di Indonesia. Menurut Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, menunjukkan angka prevalensi stunting di Indonesia masih tinggi, yakni 30 persen.
Stunting merupakan sebuah kondisi di mana tinggi badan seseorang jauh lebih pendek dibandingkan tinggi badan orang seusianya. Penyebab utama stunting adalah kekurangan gizi kronis sejak bayi dalam kandungan hingga masa awal anak lahir yang biasanya tampak setelah anak berusia 2 tahun.
Stunting memiliki dampak otak dan fisik anak sulit berkembang, kognitif, produktivitas, dan kesehatan lebih rendah. Namun, tidak semua anak yang berperawakan lebih pendek mengalami stunting.
"Penuntasan stunting pada anak, sebagai suatu permasalahan multi-factorial, medis, sosial ekonomi, politik, dan emosional. Stunting di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan yang menjadi prioritas pemerintah," Prof Dr dr Aman B Pulungan SpA(K) FAAP FRCPI (Hon) dalam rililnya yang diterima Republika.co.id, Ahad (14/3).
Stunting didefinisikan oleh WHO sebagai tinggi badan di bawah 2 standar deviasi di bawah median tinggi badan menurut usia. Pada 2013, UNICEF menerbitkan laporan “Improving Child Nutrition”, yang menyatakan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-5 untuk jumlah anak dengan moderate atau severe stunting.
Hasil data tersebut dihitung berdasarkan kurva standar WHO sehingga mungkin menyebabkan overestimation angka stunting karena rerata tinggi badan yang tidak representatif terhadap suatu populasi. Ketika pengukuran ulang data Riskesdas menggunakan kurva nasional, angka stunting jauh berkurang.
"Hal tersebut menunjukkan bahwa pemilihan kurva referensi untuk memantau pertumbuhan anak-anak di populasi, juga faktor yang penting," ujarnya.