REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menyarankan agar pria bersedia terlibat untuk mencegah budaya buruk meremehkan kaum perempuan (mansplaining). Upaya itu harus terjadi agar ada perubahan secara signifikan.
Ia mengatakan, perubahan dapat terjadi ketika melibatkan pria progresif yang peduli, merangkul pria dan perempuan dengan nilai yang sama, dan membawa mereka dalam diskusi untuk mendorong kemauan tersebut. "Laki-laki yang harus menentang dan mencegah pihak-pihak lainnya melakukan budaya buruk ini,” katanya di Jakarta, Senin (15/3).
Ia menilai budaya meremehkan perempuan telah menjadi virus buruk yang telah membudaya, baik di lingkungan pendidikan maupun karier, dan berdampak pada kepercayaan diri perempuan. "Ini dimungkinkan terjadi karena tidak ada yang bersuara, tak ada yang menentang, ini ditoleransi oleh masyarakat kita sehingga kondisi ini tidak bagus sekali buat masyarakat perempuan kita," kata dia.
Ia mencontohkan hal tersebut banyak terjadi di dunia korporasi, di mana pendapat perempuan meski dia seorang senior di perusahaan, tidak didengarkan maupun dihormati.
Lebih buruk lagi, katanya, hal yang serupa jika seorang pria menyampaikan opini, mereka biasanya lebih lebih didengar dan dianggap lebih positif ketimbang perempuan.
Namun sebaliknya di dunia pendidikan, ia melihat banyak staf spesialnya yang mengoordinasi Direktorat Jenderal merupakan perempuan. Ia juga telah melihat dampak baik dari kepemimpinan mereka.
“Hal yang kedua menantang 'sexual harassment' (pelecehan seksual), dan virus ini tersebar karena masyarakat menoleransi, serta terjadi secara sistematis di perusahaan-perusahaan," katanya.