Rabu 17 Mar 2021 03:40 WIB

Tahan Bilang 'Jangan' ke Anak di Saat tak Tepat

Kata 'jangan' dan 'tidak' dapat mempengaruhi keberanian anak di masa mendatang.

Anak bermain (ilustrasi)
Foto: PxHere
Anak bermain (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog anak dan remaja Saskhya Aulia Prima mengingatkan orangtua untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kata "jangan" dan "tidak" kepada anak. Sebab hal itu mempengaruhi masa depan buah hati. Jika diucapkan dalam kondisi tak tepat bisa membuat anak tumbuh sebagai individu yang kurang berani.

"Ucapkan 'jangan' untuk hal yang betul-betul tidak boleh dan berbahaya, tapi kalau dia sedang ingin bereksplorasi, tahan-tahanlah, karena itu akan menentukan apakah anak akan jadi percaya diri dan berani," kata Saskhya yang juga Co-founder TigaGenerasi, organisasi profesional yang berfokus pada tumbuh kembang anak serta keluarga dari sisi psikologi dan kesehatan, dalam webinar, Selasa (16/3).

Untuk urusan "jangan" yang berhubungan dengan aturan di rumah, psikolog klinis anak dan remaja lulusan magister profesi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia itu mengatakan orangtua harus kompak. Baik ayah maupun ibu sebaiknya sepakat atas hal apa yang dilarang dilakukan oleh anak sehingga tercipta konsistensi.

Anak akan memahami bahwa hal tertentu dilarang oleh ibu dan ayahnya, sehingga dia bisa belajar untuk tidak melakukannya. Untuk batita, memberi pemahaman soal aturan tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Orangtua harus bersabar karena mereka memang harus mengulang-ulang hingga anak terbiasa dan memahami aturan yang diterapkan di rumah. Di masa pandemi, mengajak anak tetap aktif bergerak di tengah keterbatasan penting untuk tumbuh kembangnya.

Dia menyarankan orangtua untuk membiarkan anak untuk mengeksplorasi selama tidak membahayakan dirinya sendiri.

Baca juga : Pakar Gizi Tegaskan Sayur tak Hambat Penurunan Berat Badan

Anak-anak yang aktif kerap mengalami luka kecil saat sibuk berlarian, atau jatuh ketika asyik bermain. Saat itu terjadi, tanggapi secara tenang dan tidak usah panik berlebihan agar anak tumbuh jadi sosok yang tangguh.

"Kadang anak menangis (saat jatuh) bukan karena sakit, tapi karena respons orangtua (yang panik)," ujar dia.

Dia menjelaskan, bayi lahir dengan otak yang masih belum berkembang sempurna. Sifatnya seperti spons, sangat sensitif terhadap stimulus dari luar. Otak anak pada usia dini tumbuh sangat pesat dibandingkan tahapan perkembangan lain.

Sel saraf di otak bayi sudah lengkap, tapi koneksi antar sel otak yang bisa membuat otak berfungsi. Kualitas koneksi otak ditentukan dari pengalaman anak di awal kehidupannya, yakni melalui aktivitas sehari-hari.

Menurut Saskhya, perkembangan motorik perlu diperhatikan karena merupakan dasar dari perkembangan diri anak selanjutnya. Juga merupakan pintu masuk perkembangan otak anak yang optimal dan cara melatih daya tahan mental.

Panduan aktivitas anak 1-3 tahun

Saskhya menjelaskan panduan umum dalam melaksanakan aktivitas untuk anak usia hingga tiga tahun. Anak adalah peniru ulung, jadi orangtua harus jadi panutan yang baik bagi anak dalam beraktivitas. Dia mengatakan, orangtua harus mengalokasikan waktu untuk ikut beraktivitas dengan anak.

"Lakukan kegiatan dengan ekspresif dan antusias supaya suasana menjadi menyenangkan untuk anak," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement