REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia akan menyelenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) untuk menggelar pemilihan presiden dan legislatif serta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 2024. Sementara, daftar pemilih masih menjadi masalah klasik dan terus berulang dalam pelaksanaan pemilihan di Tanah Air.
"Selalu isu tentang daftar pemilih tetap atau DPT ini menjadi sesuatu yang kita bisa sebut termasuk soal isu klasik yang tidak selesai-selesai," ujar Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung dalam diskusi daring, Kamis (18/3).
Menurut dia, jika persoalan daftar pemilih ini tidak bisa diatasi, maka permasalahan lain akan menumpuk dan kompleks saat pemilihan serentak dilakukan di tahun yang sama. Belum lagi, ada masalah-masalah lain yang juga terus berulang dalam setiap penyelenggaraan pemilihan.
Doli mengatakan, daftar pemilih menyangkut keterlibatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pesta demokrasi. Hal ini akan mempengaruhi kualitas demokrasi dari penyelenggaraan pemilihan.
Menurut dia DPT merupakan masalah di hilir, sedangkan hulunya adalah persoalan administrasi kependudukan yang berada di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sementara, ia menyebut, database atau sistem penataan kependudukan Indonesia belum rapi. "Ini saya kira masalahnya kembali masalah database atau dat kependudukan kita," kata Doli.
Untuk itu, ia mendorong setiap pihak mencari solusi persoalan DPT dari hulu hingga hilir. Apabila di hulu masalahnya tidak selesai, maka setiap perbaikan di hilir akan bertahan dalam jangka waktu singkat.
Di sisi lain, ia mendorong konsep daftar pemilih berkelanjutan di tataran penyelenggara. Sementara, Komisi II akan meminta pemerintah segera mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan Pemilu dan Pilkada serentak 2024, termasuk isu daftar pemilih.
Sebelumnya, Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI M Afifuddin menyoroti persoalan dalam Pilkada 2020 lalu. Salah satunya, jajaran Bawaslu menemukan ada pemilih yang masuk dalam DPT, tetapi belum melakukan perekaman KTP-el ataupun sebaliknya.
"Ini problem paling serius dalam kependudukan kita karena bagaimanapun basis yang disinkronkan adalah Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) dari Dukcapil," kata Afif.
Selain itu, dia menilai masih terdapat pemilih yang memenuhi syarat sebagai pemilih, tetapi tidak masuk DPT. Kemudian masih ditemui identitas ganda dalam DPT, permasalahan daftar pemilih di tapal batas, serta data penduduk yang beririsan dengan wilayah lain. "Harusnya ini bisa menjadi dasar kita yang perlu dibenahi, sebab hal ini berkaitan dengan hak pilih masyarakat," tutur Afif.