REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai pemerintah harus mengutamakan sekolah yang terpinggirkan dalam program SMK Pusat Keunggulan. Khususnya SMK yang akreditasi, lulusan, serta bengkel, dan ruang praktikumnya minim.
"SMK seperti ini harus diafirmasi pemerintah," kata Ketua P2G Kabupaten Penajam Passer Utara, Surifuddin, dalam keterangannya, Jumat (19/3).
Guru SMK Negeri di Kalimantan Timur ini melanjutkan, implementasi dari Inpres Revitalisasi SMK No. 9 Tahun 2016 harus dievaluasi secara komprehensif dan mendasar oleh Kemendikbud dan lembaga terkait selama 4 tahun ini. Model dan skema pengimbasan SMK sebenarnya sudah ada sejak 2017 dalam bingkai revitalisasi SMK.
P2G melihat model SMK Pusat Keunggulan, secara substansial bukan hal baru. Bahkan tidak juga memberikan solusi atas persoalan fundamental SMK selama ini. Persoalan pokok SMK itu adalah kekurangan guru mata pelajaran produktif. Mata pelajaran core program SMK justru banyak diisi oleh guru mata pelajaran normatif dan adaptif.
"Mestinya kekurangan guru mata pelajaran produktif ini yang dipenuhi dulu. Mengingat core program SMK sesungguhnya terletak pada mata pelajaran produktif," ungkap Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim.
Di sisi lain, agenda SMK yang dibangun berbasis potensi daerah perlu mendapatkan perhatian. Pemerintah daerah perlu memperhatikan potensi lokal (SDA dan Ekonomi) dan menyelaraskannya dengan arah pendidikan di SMK.
Lulusan SMK dapat diarahkan untuk mengisi potensi daerah, nasional dan global. Selain masuk ke dunia industri juga dapat membangun industri dan kewirausahaan di daerah.
"Sepanjang persoalan fundamental SMK tak dibenahi, maka akan masalah terus, apapun nama merek atau jargon program yang akan dipakai. Terbukti SMK masih berkontribusi terhadap tingkat pengangguran terbuka yang tertinggi di Indonesia," kata dia lagi.