Advertisement

In Picture: Era Baru Satelit Mikro

Senin 22 Mar 2021 14:53 WIB

Red: Dwi Murdaningsih

Satelit - ilustrasi

Foto: Spacenews.com
Ukuran satelit jadi semakin kecil, tapi bukan berarti performa menjadi berkurang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satelit Mikro semakin disadari fungsi dan keuntungannya oleh banyak orang. AS sudah lebih banyak memproduksi, tetapi Eropa juga tidak mau ketinggalan. 

Teknologi dan penerbangan ruang angkasa sudah hal lumrah di zaman modern, seperti halnya listrik dari jaringan. Kita memerlukan satelit, dan itu jadi kunci bagi teknologi masa depan.

Baca Juga

Di Uni Eropa 10 persen aktivitas ekonomi sudah tergantung pada navigasi satelit. Uni Eropa meluncurkan program Copernicus tahun 2014.

Satelit-satelitnya memantau bumi dari orbit. Ini adalah proyek yang dibiayai banyak orang. Data yang dikirimkan semua satelit ke bumi akan memungkinan pengembangan aplikasi baru, misalnya piranti lunak untuk meningkatkan efisiensi penggunaan bahan bakar pada kapal laut.

Penggunaan data dari satelit

Data satelit juga bisa digunakan untuk membuat produk-produk yang bisa dipasarkan. Remote Sensing Solutions (RSS) adalah perusahaan yang berpusat di München dan menspesialisasikan diri dalam pengawasan lingkungan.

Ini bukan termasuk industri yang sangat menguntungkan. Tapi Copernicus meningkatkan pendapatan mereka, karena data dari satelit bisa diperoleh gratis, dan bisa diakses siapa saja. Perusahaan itu menggunakan data untuk menghasilkan informasi bernilai tinggi.

Pendiri RSS, Florian Siegert mengatakan, jika data bisa diakses dan murah, seluruh proses pemberian informasi jadi murah juga, dan orang akan lebih bersedia membeli.

Klien mereka antara lain organisasi konservasi lingkungan, seperti WWF, juga pemerintah dari sejumlah negara. Salah satu fokus perusahaan itu adalah, pengawasan dampak penggunaan lahan dan perubahan iklim pada vegetasi.

Melihat segalanya dengan lebih baik

Satelit bisa menangkap citra dari lahan yang sangat luas. Contohnya, vegetasi di kawasan Sahel bisa dipantau dari musim ke musim.

Florian Siegert mengatakan, "Para astronot bercerita, mereka punya perasaan berbeda terhadap Bumi, jika sudah pernah ditempatkan di ISS. Melihat Bumi dari satelit juga memberikan perasaan serupa. Kita bisa melihat bagaimana situasi di Afrika, atau Amerika Selatan." Pemandangan dari luar angkasa memungkinkan kita melihat hubungan satu sama lain dengan lebih baik, jelas Siegert.

Satelit kecil yang lebih praktis

Satelit Copernicus berukuran besar dan bobotnya berton-ton. Perlu waktu bertahun-tahun untuk membuatnya, dan setiap satelit unik. Banyak komponennya harus dikembangkan secara khusus. Itu membuat satelit mahal. Harga satu satelit bisa ratusan juta Euro.

Berbeda dengan satelit kecil. Ukuran satelit kecil bisa hanya sebesar botol kecap yang berisi sekitar 600ml. Peluncuran satelit-satelit kecil jadi awal era baru. Walaupun murah, mereka menyediakan layanan penting.

Planet Labs adalah perusahaan di San Francisco yang memproduksi citra Bumidengan menggunakan foto-foto dari satelit kecil. Mahasiswa di seluruh Eropa berusaha membuat satelit-satelit tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satelit Mikro semakin disadari fungsi dan keuntungannya oleh banyak orang. AS sudah lebih banyak memproduksi, tetapi Eropa juga tidak mau ketinggalan. 

Teknologi dan penerbangan ruang angkasa sudah hal lumrah di zaman modern, seperti halnya listrik dari jaringan. Kita memerlukan satelit, dan itu jadi kunci bagi teknologi masa depan.

Baca Juga

Di Uni Eropa 10 persen aktivitas ekonomi sudah tergantung pada navigasi satelit. Uni Eropa meluncurkan program Copernicus tahun 2014.

Satelit-satelitnya memantau bumi dari orbit. Ini adalah proyek yang dibiayai banyak orang. Data yang dikirimkan semua satelit ke bumi akan memungkinan pengembangan aplikasi baru, misalnya piranti lunak untuk meningkatkan efisiensi penggunaan bahan bakar pada kapal laut.

Penggunaan data dari satelit

Data satelit juga bisa digunakan untuk membuat produk-produk yang bisa dipasarkan. Remote Sensing Solutions (RSS) adalah perusahaan yang berpusat di München dan menspesialisasikan diri dalam pengawasan lingkungan.

Ini bukan termasuk industri yang sangat menguntungkan. Tapi Copernicus meningkatkan pendapatan mereka, karena data dari satelit bisa diperoleh gratis, dan bisa diakses siapa saja. Perusahaan itu menggunakan data untuk menghasilkan informasi bernilai tinggi.

Pendiri RSS, Florian Siegert mengatakan, jika data bisa diakses dan murah, seluruh proses pemberian informasi jadi murah juga, dan orang akan lebih bersedia membeli.

Klien mereka antara lain organisasi konservasi lingkungan, seperti WWF, juga pemerintah dari sejumlah negara. Salah satu fokus perusahaan itu adalah, pengawasan dampak penggunaan lahan dan perubahan iklim pada vegetasi.

Melihat segalanya dengan lebih baik

Satelit bisa menangkap citra dari lahan yang sangat luas. Contohnya, vegetasi di kawasan Sahel bisa dipantau dari musim ke musim.

Florian Siegert mengatakan, "Para astronot bercerita, mereka punya perasaan berbeda terhadap Bumi, jika sudah pernah ditempatkan di ISS. Melihat Bumi dari satelit juga memberikan perasaan serupa. Kita bisa melihat bagaimana situasi di Afrika, atau Amerika Selatan." Pemandangan dari luar angkasa memungkinkan kita melihat hubungan satu sama lain dengan lebih baik, jelas Siegert.

Satelit kecil yang lebih praktis

Satelit Copernicus berukuran besar dan bobotnya berton-ton. Perlu waktu bertahun-tahun untuk membuatnya, dan setiap satelit unik. Banyak komponennya harus dikembangkan secara khusus. Itu membuat satelit mahal. Harga satu satelit bisa ratusan juta Euro.

Berbeda dengan satelit kecil. Ukuran satelit kecil bisa hanya sebesar botol kecap yang berisi sekitar 600ml. Peluncuran satelit-satelit kecil jadi awal era baru. Walaupun murah, mereka menyediakan layanan penting.

Planet Labs adalah perusahaan di San Francisco yang memproduksi citra Bumidengan menggunakan foto-foto dari satelit kecil. Mahasiswa di seluruh Eropa berusaha membuat satelit-satelit tersebut.

Sumber : DW
  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 

Ikuti Berita Republika Lainnya