REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Rusdy Nurdiansyah/wartawan senior Republika
Ketahuilah, bahwa segala-gala yang kasat mata adalah fana
Tapi dunia makna tak akan pernah sima.
Sampai kapankah engkau akan terpikat oleh bentuk bejana?
Tinggalkanlah ia:
Pergi, airlah yang harus engkau cari
Hanya melihat bentuk, makna tak akan engkau temukan.
Jika engkau seorang yang bijak,
ambillah mutiara dalam kerana.
Nukil beberapa bait puisi Jalaluddin Rumi di atas merupakan bagian penutup hak jawab pentolan grup musik Dewa, Ahmad Dhani bertajuk Oase itu Bernama Laskar Cinta yang diterbitkan Harian Republika, edisi Rabu 20 April 2005.
Senin 9 Mei 2005, aku dihubungi seorang wartawan senior Lembaga Kantor Berita Antara, Hendra Lesmana terkait rencana kedatangan Dhani ke kantor pusat Republika di Jalan Warung Buncit Raya Nomor 37, Jakarta Selatan. Pukul 15.00 WIB, Dhani tiba sembari membawa kado berukuran kardus TV 14 inch yang dibungkus kertas warna hitam.
Kedatangan Dhani tidak sendiri, puluhan wartawan hiburan ikut mendampinginya. Sontak, puluhan wartawan dan karyawan Republika menyambutnya dengan ceria, masing-masing bergantian berfoto bersama dan meminta tanda tangan musisi rock kelahiran Surabaya 26 Mei 1972 ini.
"Kedatangan saya ke Republika untuk silaturahmim, tidak ada komplain, tidak menuntut apa-apa sekaligus ingin memberikan kado untuk Mas Rusdy (Nurdiansyah). Wartawan pasti mikir yang tidak-tidak nih," terang Dhani kala tiba di kantor redaksi Republika.
Wakil Pemimpin Redaksi (Wapemred) Republika, Ikhwanul Kiram Mashuri mempersilakan pendiri band Dewa tersebut masuk ruangan rapat. Aku pun menyusul ikut ke ruang rapat dan duduk dis amping Wapemred. "Saya ingin kenalan sama Mas Rusdy," tegas Dhani sambil tersenyum.
Kiram memperkenalkan aku, lalu Dhani menggapai erat uluran tanganku. Kami pun bersalaman. Selanjutnya terjadi percakapan ringan Dhani bersama kami yang diselingi tawa. "Saya ini penggemar berat Mas Dhani," terang Kiram.
"Terima kasih atas sambutan yang cukup hangat. Saya ke sini juga membawa kado TV untuk Mas Rusdy, mohon diterima," tutur Dhani.
"Terima kasih atas penghormatannya, tetapi dalam tradisi Republika wartawan kami tidak bisa menerima amplop, termasuk kado seperti itu," tegas Kiram.
Aku sudah menduga dari rekan-rekan wartawan hiburan, Dhani ingin memberi kado TV 14 inch. Informasi yang aku dapat, Dhani ingin menyindir aku yang dianggap sebagai penulis yang memicu kontroversi terkait logo album Dewa Laskar Cinta berjudul Laskar Cinta Sensasi Kebablasan Dewa yang terbit di halaman depan Republika pada edisi Selasa 12 April 2005.
Dhani menilai, aku menulis tanpa menyaksikan konser Laskar Cinta yang ditayangkan Trans TV dan tanpa upaya konfirmasi. Namun, aku berusaha tenang dan tidak terpancing sensasi pemberian TV 14 inch itu. "Maaf Mas Dhani, TV ini akan saya berikan ke para pengamen di lampu merah di depan kantor Republika," jelasku.
Tak mau kalah, aku juga menyerahkan kado buku Aceh Loen Sayang. Aku sebagai penyusun buku kumpulan foto bencana gempa dan tsunami Aceh karya Pewarta Foto Indonesia. "Aku juga kasih kado buku buat Mas Dhani," ucapku.
Kiram kemudian menyampaikan permintaan maaf terkait pemberitaan Republika yang menjadi polemik. "Kami atas nama lembaga meminta maaf dari lubuk hati yang paling dalam yang tidak mencantumkan konfirmasi langsung dari pihak Dewa. Tapi, sebenarnya Rusdy sudah mencoba menghubungi Mas Dhani, tapi tidak bisa dikontak langsung," jelasnya.
Musisi dengan eksperimentasi musik dan lirik puitis yang kerap mengutip kata-kata mutiara dari pujangga terkenal ini sempat menyesalkan pemberitaan Republika.
"Saya berharap kejadian seperti itu terjadi lagi di masa mendatang sebaiknya diselesaikan dalam forum tertutup terlebih dahulu. Saya tidak masalah dimaki-maki dalam forum tertutup jika memang bersalah. Tapi sebaiknya jangan dilemparkan ke publik, bukankah sesama muslim harus menutupi aib Muslim lainnya," kata Dhani berharap.
Menurut Dhani, jika masalah itu diselesaikan dalam forum tertutup hasilnya bisa lebih baik dan konstruktif. "Tetapi saya lagi tidak ingin mengungkit masalah yang sudah dianggap usai. Logo album Laskar Cinta sudah diganti dengan yang baru," ungkapnya.
Dhani menuturkan juga akan meminta maaf ke Ketua Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab yang telah mengajukan protes keras dan melaporkan kasus logo Laskar Cinta ke polisi. "Saya juga akan meminta maaf kepada Habieb Riziq," ucap Dhani menegaskan.
Aku merasa tak perlu meminta maaf dengan Dhani karena tidak ada yang salah secara kode etik jurnalistik dalam penulisan tersebut. Tudingan aku tidak menyaksikan langsung acara konser Laskar Cinta Dewa di Trans TV sehingga Dhani menghadiahkan TV untuk menyindir juga tak sepenuhnya benar.
***
Kasus mencuat ketika group band Dewa yang digawangi Ahmad Dhani (kibor, vokal), Once (vokal), Andra (gitar), Yuke (bas) dan Tyo Nugros (dram) menggelar konser album terbarunya bertajuk Laskar Cinta dengan tampil di acara eksklusif Trans TV berjudul "Dewa Live On Air" pada Ahad 10 Apri 2005, pukul 21.00 WIB.
Konser tersebut juga sekaligus memperkenalkan logo baru group band Dewa dengan Bintang Bersudut Delapan. Logo yang bentuk dasarnya berasal dari salah satu kaligrafi Persia, biasanya tertulis kata Allah, namun dimodifikasi sehingga tulisan Allah tidak terlihat secara jelas.
Permasalahannya, konser musik group band Dewa menjadi kisruh karena logo kaligrafi Islam tersebut juga dijadikan karpet atau alas panggung pertunjukan musik group band yang cukup dikenal di era 1990-an hingga 2010 itu.
Ustaz Wahfiudin yang menoton acara tersebut menyaksikan karpet diinjak-injak selama pertunjukan, langsung melakukan protes keras dengan menelepon pengelola Trans TV.
Pada lagu keempat, pertunjukan dihentikan. Malam itu juga, manajemen Trans TV dan Dewa berembug dan menemui Ustaz Wahfiudin yang datang ke studio Trans TV untuk meminta maaf karena ketidakpahaman tentang logo yang mengandung unsur kaligrafi Allah itu.
Aku mendapat tugas dari Pemimpin Redaksi (Pemred) Republika, Asro Kamal Rokan untuk menulis konser Laskar Cinta Dewa di Trans TV yang mendapat informasi dari Ustaz Wahfiudin karena dianggap telah melakukan penistaan agama Islam.
"Rus, tindaklanjuti kebenaran informasi tersebut. Informasi ini sensitif, tulis dengan hati-hati, berimbang dari segala sudut dan yang penting terkonfirmasi," ujar Asro memerintahkan aku sebagai wartawan hiburan.
Dalam suatu tulisan, informasi dapat diperoleh dari data primer dan sekunder. Data primer adalah informasi yang diperoleh secara langsung atau dari informasi pertama. Sedangkan data sekunder merupakan informasi yang diperoleh dari sumber yang sudah ada.
Tulisan berjudul Laskar Cinta Sensasi Kebablasan Dewa itu, informasi awal di dapat dari Ustaz Wahfiudin yang menyaksikan langsung dan melakukan protes ke Trans TV. Selanjutnya ada pernyataan Ustadz Wahfiudin yang disertai bukti video rekaman konser tersebut. Memperkuat informasi, aku melakukan konfirmasi langsung ke Direktur Utama Trans TV, Ishadi SK.
Untuk memperkaya tulisan, aku meminta pendapat ahli kaligrafi Islam, Ustaz Didin Sirojuddin. Sebagai informasi tambahan, aku juga menggambarkan suasana konser yang aku tonton dari video rekaman.
Lalu, aku juga mencoba melakukan konfirmasi ke Dhani melalui telepon seluler, namun yang mengangkat seorang manejernya. "Mas Dhani sedang mau naik pesawat, nanti coba hubungi kembali," jawab seorang perempuan di ujung telepon.
Sebuah tulisan wartawan bisa tayang di Republika melalui proses, editing redaktur dengan berpedoman pada kaidah bahasa jurnalistik dan kode etik pers. Lalu, disetujui Asisten Redaktur Pelaksana (Asredpel) dan Redaktur Pelaksana (Redpel).
Untuk mempertanggungjawabkan tulisan Laskar Cinta Sensasi Kebablasan Dewa yang menimbulkan reaksi keras dari Dhani, aku harus menjalani sidang etik Republika. Hasilnya, tulisan tersebut dinilai sudah memenuhi unsur kaidah penulisan jurnalistik. Cuma sedikit kelemahan yang tidak mendapatkan konfirmasi langsung Dhani.
Keputusan lanjutan, Republika memberi kesempatan Dhani membuat hak jawab. Artikel berjudul Oase Itu Bernama Laskar Cinta merupakan hak jawab Dhani yang diterbitkan Republika, edisi Rabu 20 April 2005.
Polemik tersebut kemudian berakhir damai, setelah pemilik nama lengkap Ahmad Dhani Prasetyo sepakat merevisi logo grup band Dewa pada Rabu 27 April 2005. Hal itu dilakukan setelah mendengar dan menyimak berbagai saran, kritik, dan pendapat dari para alim ulama. "Kami lakukan dengan ikhlas dan tulus demi kemaslahatan umat yang lebih besar," ucap Dhani.
Pendiri manajemen Republik Cinta ini akhirnya terbebas dari jeratan hukum setelah FPI mencabut laporan logo sensasi kebablasan Dhani.