REPUBLIKA. Oleh: Farid Gaban, Jurnalis Senior.
Banyak petani di desa bekerja keras sepanjang hidup untuk membiayai pendidikan anak mereka, yang belakangan bekerja di kota.
Sektor pertanian membiayai pendidikan untuk memasok tenaga kerja di kota. Pada dasarnya, desa mensubsidi kota.
Seberapa banyak manfaat pendidikan itu kembali ke desa? Kecil sekali. Sektor pertanian kita makin merosot. Bahkan buruh tani pun sekarang makin sulit ditemukan di desa.
Citra petani begitu buruk, dianggap sebagai profesi rendahan dan simbol kemiskinan. Anggapan itu tidak sepenuhnya keliru. Pada kenyataannya, penghasilan petani memang cenderung rendah dan ekonomi pertanian kita secara nasional terus nyungsep.
Sektor pertanian kita membutuhkan input sains dan teknologi, input manajemen dan bisnis, serta input teknik pemasaran: hal-hal yang bisa disumbangkan oleh ”orang-orang sekolahan” yang berkumpul di kota-kota besar.
Revitalisasi pertanian menuntut upaya mengembalikan minat orang-orang terdidik untuk menengok sektor pertanian, sebagai sektor yang keren dan menguntungkan.
Bagus jika banyak orang pintar mau kembali ke desa. Tapi, tak harus begitu. Mereka bisa menjalin kerjasama dengan koperasi-koperasi petani di desa.
Selama ini, petani tak bisa mengakses "profesi perkotaan" karena miskin dan bekerja sendiri-sendiri. Karena kurangnya pengetahuan serta kepercayaan diri.
Jika petani berkoperasi, misalnya 500 orang, mereka tak hanya lebih percaya diri; mereka sangat mungkin menggaji secara layak profesi-profesi keren seperti ini: