Ahad 28 Mar 2021 13:07 WIB

Desa Menyubsidi Kota: Profesi Keran Sektor Pertanian

Profesi Keran Sektor Pertanian

Petani membajak sawah menggunakan traktor untuk mengawali musim tanam padi setelah panen kemarin, di kawasan Soekarno Hatta, Kota Bandung, Senin (15/3). Banyak petani berharap pemerintah mengkaji ulang atau mempertimbangkan rencana impor beras di awal tahun ini, dikhawatirkan akan membuat harga gabah ditingkat petani anjlok.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Petani membajak sawah menggunakan traktor untuk mengawali musim tanam padi setelah panen kemarin, di kawasan Soekarno Hatta, Kota Bandung, Senin (15/3). Banyak petani berharap pemerintah mengkaji ulang atau mempertimbangkan rencana impor beras di awal tahun ini, dikhawatirkan akan membuat harga gabah ditingkat petani anjlok.

REPUBLIKA. Oleh: Farid Gaban, Jurnalis Senior.

Banyak petani di desa bekerja keras sepanjang hidup untuk membiayai pendidikan anak mereka, yang belakangan bekerja di kota. 

Sektor pertanian membiayai pendidikan untuk memasok tenaga kerja di kota. Pada dasarnya, desa mensubsidi kota.

Seberapa banyak manfaat pendidikan itu kembali ke desa? Kecil sekali. Sektor pertanian kita makin merosot. Bahkan buruh tani pun sekarang makin sulit ditemukan di desa.

Citra petani begitu buruk, dianggap sebagai profesi rendahan dan simbol kemiskinan. Anggapan itu tidak sepenuhnya keliru. Pada kenyataannya, penghasilan petani memang cenderung rendah dan ekonomi pertanian kita secara nasional terus nyungsep.

Sektor pertanian kita membutuhkan input sains dan teknologi, input manajemen dan bisnis, serta input teknik pemasaran: hal-hal yang bisa disumbangkan oleh ”orang-orang sekolahan” yang berkumpul di kota-kota besar.

Revitalisasi pertanian menuntut upaya mengembalikan minat orang-orang terdidik untuk menengok sektor pertanian, sebagai sektor yang keren dan menguntungkan.

Bagus jika banyak orang pintar mau kembali ke desa. Tapi, tak harus begitu. Mereka bisa menjalin kerjasama dengan koperasi-koperasi petani di desa.

Selama ini, petani tak bisa mengakses "profesi perkotaan" karena miskin dan bekerja sendiri-sendiri. Karena kurangnya pengetahuan serta kepercayaan diri. 

Jika petani berkoperasi, misalnya 500 orang, mereka tak hanya lebih percaya diri; mereka sangat mungkin menggaji secara layak profesi-profesi keren seperti ini:

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement