REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Evi Novida Ginting Manik meminta jajarannya di daerah melakukan rasionalisasi anggaran untuk memenuhi kebutuhan pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU). Terdapat 15 daerah yang akan melakukan PSU dan satu daerah lainnya penghitungan suara ulang berdasarkan amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kita juga menekankan kepada jajaran kita untuk betul-betul di dalam penyusunan anggaran tersebut sesuai dengan kebutuhan. Jadi optimalisasi, rasionalisasi, sehingga anggaran tersebut tidak menjadi besar atau sesuai kebutuhan saja yang dipersiapkan," ujar Evi dalam diskusi daring, Ahad (28/3).
Menurut Evi, dari 16 daerah yang akan melaksanakan PSU maupun penghitungan suara ulang, kondisi anggarannya berbeda-beda. Ada yang masih mempunyai sisa anggaran dari penyelenggaraan Pilkada 2020, ada yang tidak mencukupi, dan ada juga yang tidak memiliki sisa anggaran.
Untuk itu, dia meminta KPU provinsi maupun KPU kabupaten/kota segera berkoordinasi dengan pemerintah daerah (pemda) dalam hal dukungan anggaran PSU tersebut. Dia menekankan, penyelenggaraan PSU yang masih menjadi bagian dari Pilkada 2020, dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
"Perlu kemudian teman-teman yang menyelenggarakan PSU berkoordinasi dengan pemerintah daerah karena penyelenggaraan PSU akan ditanggung APBD," kata Evi.
Selain itu, KPU daerah juga perlu menyusun dan menetapkan tahapan, program, dan jadwal pelaksanaan PSU. Jadwal ini perlu memperhatikan tenggat waktu pelaksanaan PSU sesuai amar putusan MK.
Batasan waktu tersebut berbeda-beda, mulai dari 30 hari, 45 hari, 60 hari, atau 90 hari kerja sejak putusan diucapkan. Setelah, tahapan, program, dan jadwal ditetapkan, KPU perlu menyosialisasikannya ke masyarakat dan pemangku kepentingan terkait, termasuk pimpinan instansi maupun pemerintah untuk memastikan pemilih dapat menggunakan hak pilihnya dalam PSU nanti.
Kemudian, KPU daerah perlu melakukan evaluasi terkait penyelenggara ad hoc, yakni Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Sebab, amar putusan MK ada yang memerintahkan KPU untuk mengganti ketua atau anggota penyelenggara ad hoc maupun mengangkat kembali anggota sebelumnya.
"Kenapa satu daerah ini diminta diganti seluruh penyelenggara ad hoc-nya, ini hal-hal yang menurut saya cukup sensitif untuk disampaikan kepada masyarakat," kata Evi.