REPUBLIKA.CO.ID, Vaksin untuk mencegah infeksi virus corona jenis baru (Covid-19) yang dikembangkan oleh dunia saat ini dirancang dapat mengurangi kemungkinan gejala penyakit menjadi parah.
Virus corona jenis baru (SARS-CoV-2) yang menyebabkan infeksi penyakit Covid-19 dengan gejala-gejala umum seperti demam, batuk, dan sesak napas, namun dalam kasus yang jarang juga meilputi kondisi seperti diare, hingga hilang indera penciuman dan perasa. Bagi orang berusia lanjut dan mereka yang memiliki kondisi medis sudah ada sebelumnya biasanya menjadi rentan mengalami sakit parah.
Seluruh vaksin yang tersedia dan disetujui penggunaannya saat ini, seperti Moderna, Pfizer, Jonson & Johnson terbukti efektif dalam mengurangi kemungkinan infeksi yang menyebabkan sakit parah. Namun, masih sedikit yang diketahui mengenai kemampuan sebenarnya vaksin dalam mencegah infeksi, secara khusus dalam kasus orang tanpa gejala, di mana mereka yang divaksinasi mungkin tidak menjadi sakit atau menunjukkan gejala, tetapi masih dapat membawa virus dalam jumlah yang cukup untuk menimbulkan potensi ancaman penularan kepada orang lain.
Sebuah studi yang dilakukan tim dari UC San Diego School of Medicine baru-baru ini, yang diterbitkan dalam The New England Journal of Medicine tentang pekerja perawatan kesehatan yang divaksinasi menemukan risiko infeksi kecil. Penelitian selanjutnya dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) melaporkan bahwa vaksin Moderna dan Pfizer sangat efektif dalam mencegah kasus simptomatik dan asimtomatik di antara kohor yang lebih besar dari pekerja medis yang divaksinasi.
Uji klinis selama lima bulan secara acak dan terkontrol dilakukan tim peneliti UC San Diego yang melibatkan sekitar 12 ribu mahasiswa di universitas berusia 18 hingga 26 tahun. Separuh dari siswa akan segera menerima vaksinasi Moderna, sementara separuh lainnya akan divaksinasi menjelang akhir periode pengujian.
Vaksin Moderna adalah vaksin mRNA, yang memberikan instruksi kepada sel-sel bagaimana menghasilkan sepotong protein lonjakan karakteristik SARS-CoV-2 yang tidak berbahaya dan mengatur sistem kekebalan tubuh untuk kemudian mengenali dan menangkis paparan virus. Vaksin membutuhkan dua suntikan, dengan jarak sekitar 28 hari.
Uji coba vaksin fase ketiga yang sedang berlangsung tidak dirancang untuk memperkirakan seberapa baik ini mencegah infeksi, terutama infeksi tanpa gejala, atau kemanjurannya dalam mengurangi pelepasan virus dan risiko penularan. Karena itu, belum dapat diketahui aparat vaksinasi mengurangi kebutuhan protokol kesehatan seperti menggunakan memakai masker maupun jarak sosial.