REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Lili Nur Aulia, Sekretaris Institut Indonesia
Bisakah kita membayangkan. Sekelompok orang datang tiba-tiba dengan buldoser, lalu menghancurkan rumah tinggal kita yang sudah didiami puluhan tahun.
Kita, pemilik, dan penghuni rumah itu, diusir. Dan mereka, membuat patok-patok fondasi untuk mendirikan bangunan lain yang akan mereka diami. Inilah cara perampasan hak secara terang-terangan yang terjadi di zaman modern. Itulah yang terjadi di Palestina.
Awal April tahun ini, kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) membenarkan jika Israel selama dua minggu terakhir telah menghancurkan 26 bangunan hingga menyebabkan 34 warga mengungsi, termasuk 15 anak-anak dan mempengaruhi sekitar 40 warga lainnya.
Kementerian Urusan Luar Negeri dan Ekspatriat pemerintahan Palestina di Ramallah menyerukan masyarakat internasional untuk ikut melarang kejahatan penghancuran rumah dan instalasi Palestina.
Kementerian menegaskan kepada semua negara dan badan internasional, termasuk Sekjen PBB, pimpinan Dewan Keamanan PBB, pimpinan Majelis Umum PBB, Dewan Hak Asasi Manusia, dan Pengadilan Kriminal Internasional meminta untuk memikul tanggung jawab hukum dan moral mereka terhadap kejahatan yang sedang berlangsung. Kementerian juga meminta agar para pelaku kejahatan berikut siapapun yang ada di belakang mereka diganjar hukuman.
Pasca penghancuran itu, bentrok terjadi antara warga Palestina terhadap tantara pendudukan, Israel. Di daerah Nablus, bentrokan itu menyebabkan sejumlah warga terluka oleh peluru logam berlapis karet yang ditembakkan tentara Israel.
Warga Palestina itu melakukan pawai melawan permukiman yang didirikan Zionis Israel di atas kampung halaman mereka. Pasukan pendudukan Israel juga menyerbu kamp pengungsi Askar yang menyebabkan pecahnya bentrokan di daerah tersebut. Peluru tajam dan gas air mata ditembakkan untuk membubarkan massa yang menolak perampokan tanah dan patok-patok milik warga Palestina yang dirampas.
Akibatnya, enam warga sipil terluka oleh peluru logam berlapis karet. Warga Palestina juga mengecam ditutupnya pintu masuk timur ke Desa Al-Mughayir, timur laut Ramallah, selama 19 hari berturut-turut.
Laporan warga mengatakan, di tengah malam, sejumlah pemukim Israel, di bawah perlindungan tentara membuldoser dan memperluas jalan pertanian di daerah Al-Khamar di Kota Battir, sebelah barat Betlehem. Warga dan pemilik tanah Omar al-Qaisi menyatakan bahwa para pemukim membuldoser tanah untuk memperluas jalan pertanian yang menghubungkan tanah ini sepanjang 100 meter dan lebar 6 meter untuk tujuan permukiman.
Sejumlah warga sipil, termasuk dua jurnalis foto, terluka akibat meliput pawai di Kafr Qaddum, timur Qalqilya. Saksi mata melaporkan bahwa pasukan pendudukan membubarkan pawai damai dan menembakkan peluru logam berlapis karet dan gas air mata kepada para peserta aksi hingga menyebabkan cedera juru kamera TV Palestina Bashar Nazzal dan juru kamera Abdullah Shteiwi.
Sejak Januari 2021, PBB sudah meminta Israel agar menghentikan proyek pembangunan 800 rumah baru dan patok-patok permukiman Zionis di wilayah Tepi Barat yang merampas tanah warga Palestina. "Pendirian permukiman oleh Israel di wilayah Palestina yang diduduki sejak 1967, termasuk wilayah Yerusalem Timur, tidak memiliki validitas hukum dan merupakan pelanggaran mencolok hukum internasional," ujar Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres.
Israel selama ini memang terus memperluas pendudukan di Tepi Barat meski dianggap ilegal oleh komunitas internasional. Sampai saat ini Israel telah membangun 450 ribu bangunan di Tepi Barat yang terletak di tengah-tengah permukiman 2,8 juta warga Palestina.