Kamis 08 Apr 2021 18:12 WIB

Bencana Alam NTT dan Mitigasi 4.0

Rentetan bencana harus menyadarkan kita pentingnya sistem mitigasi yang tangguh.

Sejumlah warga bergotong royong memindahkan bantuan logistik dari sejumlah lembaga dan pemerintah untuk korban banjir bandang di Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu (7/4/2021). Bencana alam yang melanda pada Minggu (4/4) tersebut mengakibatkan puluhan orang meninggal dunia dan ratusan warga mengungsi.
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Sejumlah warga bergotong royong memindahkan bantuan logistik dari sejumlah lembaga dan pemerintah untuk korban banjir bandang di Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu (7/4/2021). Bencana alam yang melanda pada Minggu (4/4) tersebut mengakibatkan puluhan orang meninggal dunia dan ratusan warga mengungsi.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hemat Dwi Nuryanto, Wakil Ketum IABIE, Lulusan Universite de Toulouse Prancis

Teknologi big data semakin dibutuhkan guna memperkuat mitigasi bencana berdasarkan dampak dan peringatan berdasarkan risiko. Bencana alam yang melanda Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB) karena anomali cuaca. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan, hal itu sudah diprediksi sebelumnya.

Bencana alam terjadi bergantian di wilayah Indonesia. Rentetan bencana harus menyadarkan kita pentingnya sistem mitigasi yang tangguh. Buruknya mitigasi selama ini, diperparah tiadanya manajemen krisis pemerintah daerah (pemda).

Akibatnya, pemda menjadi lumpuh dan tidak berdaya menangani dampak bencana. Karena lemahnya sistem mitigasi, pemda kehilangan kendali usai terjadi bencana.

Perkembangan teknologi internet of things (IoT) dan big data sangat membantu mitigasi menjadi semakin efektif dan lebih akurat. Penggunaan teknologi tersebut bisa mewujudkan Mitigasi 4.0, yang sangat berarti untuk mereduksi risiko bencana alam.

Dengan menggunakan big data dan IoT, sistem peringatan dini bencana banjir bisa lebih baik. Pengendalian arus air untuk penanggulangan banjir dapat dilakukan lebih cepat sesuai kapasitas bencana yang dapat terukur.

Kesadaran global akan kebencanaan kian meningkat sejak perubahan iklim mencuat. Kerangka kerja global oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk pengurangan risiko bencana tertuang dalam Kesepakatan Paris (2015).

Badan-badan PBB mendorong penerapan metode baru. Dengan metode baru itu, mitigasi tidak berhenti sekadar menginformasikan prakiraan dan peringatan dini, tetapi juga menghitung potensi keterpaparan dan kerentanan wilayah terdampak. Berbagai aspek di atas tidak bisa dilakukan dengan pengamatan manual.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement