REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Karta Raharja Ucu, Wartawan Republika
Si jago merah melahap habis 136 lapak dan 40 kios pedagang di Pasar Kambing, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (8/4) petang. Api yang berkobar hebat baru bisa ditaklukkan 85 petugas Dinas Pemadam Kebakaran yang menerjunkan 17 unit mobil pemadam pada pukul 18.15 WIB. Ratusan lapak dan puluhan kios itu berada di area PD Pasar Jaya, dan api tidak merambat ke perumahan warga.
Bicara Pasar Kambing, ada cerita panjang di baliknya. Pemberian nama-nama tempat di Indonesia, khususnya di Jakarta memiliki riwayat panjang, salah satunya Pasar Kambing.
Alkisah, bukit bertanah merah (abang) menjulang di Jalan Abdul Muis terabadikan oleh jepretan fotografer Woodbury & Page tahun 1859. Wilayah yang kini dikenal sebagai Tanah Abang, ketika itu merupakan bagian dari Weltevreden (daerah lebih nyaman) bersama Gambir dan Pasar Baru, setelah warga Belanda ramai-ramai hijrah dari kota lama di Pasar Ikan.
Rumah-rumah vila yang berjejer di Jl Abdul Muis kini tidak ada satu pun yang tersisa. Menjadi perkantoran dan pertokoan serta kegiatan bisnis yang telah menyatu dengan Pasar Tanah Abang.
Kanal di daerah itu dipenuhi rakit-rakit bambu. Di antara gedung lama yang masih tertinggal di Tanah Abang adalah Masjid Al-Makmur, masjid bersejarah yang dibangun abad ke-17 oleh dua bersaudara dari Kerajaan Islam Mataram ketika menyerang Batavia pada 1628 dan 1629.
Di sebelah kanan masjid terdapat pertokoan Cina. Sedang di sebelah kiri masjid terlihat perumahan penduduk, yang kini sudah menjadi gedung-gedung bertingkat. Di ujung Jl Abdul Muis, terdapat Tanah Abang Bukit, yang kini sudah menjadi daerah pertokoan mewah.
Pasar ini, yang pernah dijuluki Pasar Kambing, kini terus meluas sampai ke Kebon Kacang (terdapat 30 gang), Jl KH Mas Mansyur, Kebon Melati, Petamburan, Bendungan Ilir, hingga Kuningan. Itu menunjukkan bagaimana pesatnya bisnis di pasar ini, yang didirikan 271 tahun lalu.
Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Agustus mendatang berusia 277 tahun. Pasar yang dulunya merupakan daerah perbukitan dan rawa-rawa itu diresmikan 1735 bersama dengan saudara kembarnya, Pasar Senen, yang Ahad lalu ditimpa musibah kebakaran.
Pasar yang menempati areal 2,6 ha dengan luas bangunan 11.154 meter persegi, di bagian paling atas dari bangunan berlantai empat ini, tengah dibangun ratusan kios. Ini dimaksudkan untuk menampung para pedagang kaki lima (PKL) dengan harapan mereka tidak lagi berjualan di trotoar dan badan-badan jalan hingga memacetkan lalu lintas, seperti dilakukan di Pasar Ciledug, Kebayoran Lama, dan Pasar Minggu di Jakarta Selatan, dan sejumlah pasar lainnya.
Pasar Tanah Abang, yang menjadi bursa tekstil terbesar di Indonesia dengan omzet puluhan miliar rupiah tiap hari, kini memang semakin berkembang. Para pembelinya bukan saja berdatangan dari berbagai tempat di Tanah Air, tapi juga mancanegara. Akibatnya, sejumlah perumahan di Jl Kampung Bali, Jl Kebon Kacang, Jl Lontar, dan daerah sekitarnya kini berubah fungsi menjadi pergudangan, kantor ekspedisi, dan pertokoan.