REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Persaudaraan Dosen Republik Indonesia (PDRI) akan memantau dan mengawal distribusi penyaluran Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah Merdeka 2021 sampai ke perguruan tinggi negeri (PTN) maupun perguruan tinggi swasta (PTS) di Tanah Air. Tujuannya, agar mahasiswa di PTN dan PTS dapat menikmatik KIP-Kuliah secara adil dan proporsional.
Ketua Umum PDRI Ahmad Zakiyuddin, dalam siaran ersnya yang diterima Republika.co.id, Selasa (13/4), menyatakan hal tersebut pada webinar nasional dengan tema “Sukseskan Kartu Indonesia Pintar Kuliah Merdeka” yang digelar oleh PDRI bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan (Kemendikbud), Universitas Pasundan dan Universitas Al-Ghifari Senin (12/4) melalui aplikasi zoom. Acara ini diikuti oleh 323 partisipan dari seluruh Indonesia.
“KIP-Kuliah ini adalah stimulant bagi mahasiswa untuk dapat mengakses pendidikan tinggi di tengah pandemic Covid-19. Oleh karena itu, distribusinya juga harus adil kepada mahasiswa di seluruh Indonesia,” kata Zaki saat memberikan kata sambutan pada webinar tersebut.
Tampil sebagai keynote speaker, Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemendikbud RI, Prof Aris Junaidi. Sedangkan narasumbernya adalah Kepala Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan Kemendikbud RI, Abdul Kahar, Wakil Rektor III Universitas Pasundan Bandung,Deden Ramdhan, dan Rektor Universitas AL Ghifari Bandung, Didin Muhafidin.
Aris Junaidi menyatakan, pada 2020-2021 sebanyak 400 ribu mahasiswa sudah terserap pada program KIP- Kuliah Merdeka. Ia berharap, jumlah ini bisa terus meningkat dan memberi kesempatan kepada putra-putri terbaik untuk dapat mengakses pendidikan tinggi di kampus unggulan.
Menurut Aris, program ini akan berjalan baik dengan dukungan pengelolaan yang baik pula dari perguruan tinggi. Sebab, kata dia, perguruan tinggi memiliki berperan meningkatkan kinerja akademik, menyalurkan KIP- Kuliah tepat sasaran, dan mengantarkan mahasiswa meraih cita-citanya serta melakukan monitoring dan evaluasi. “Program KIP Kuliah Merdeka ini secara angka juga meningkat, baik pada jaminan biaya akademik maupun biaya hidup. KIP Kuliah Merdeka memberikan biaya kuliah maksimal Rp12 juta per semester dan biaya hidup maksimal Rp1,4 juta,’’ tutur dia.
Sementara Didin Muhafidin mengatakan, Program KIP yang tertuang dalam Permendikbud No 10 tahun 2020 dapat diterapkan jika sesuai dengan teori Laswell. Antara lain, mengetahui tujuan yang ingin dicapai, persyaratannya harus mudah, dan memiliki preferensi nilai yang jelas serta sumber daya yang mendukung.
“Karena semakin banyak variasi nilai, maka akan semakin sulit tingkat kepatuhannya mengingat masyarakat kita sangat heterogen. Data yang diberikan juga harus betul dan sesuai, misalnya SKTM adanya bodong, ini bentuk ketidakpatuhan,” ujar Didin.
Sedangkan Deden Ramdan, menyambut baik adanya KIP Kuliah Merdeka. Dia mengatakan, PTS memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengajukan KIP-Kuliah dan pihak kampus akan melakukan seleksi dan verifikasi bagi penerima KIP Kuliah.
Persoalannya PTS yang “cost operasionalnya” dibiayai oleh mahasiswa, akan menanggung beban anggaran ketika, misalnya biaya kuliah satu semesta Rp10 juta, tapi KIP yang diterima hanya Rp2,4 juta. Sehingga ada selisih biaya yang harus ditanggung PTS.
“Bagi PTN biaya operasional semua dari APBN sehingga tidak ada masalah. Kami minta komitmen Kemendiktik untuk tidak telat menyalurkan KIP,” ujar dia.
Sedangkan Abdul Kahar menyatakan, pada dasarnya KIP Kuliah Merdeka adalah untuk mempersiapkan SDM Unggul. Pada 2021, ada perubahan kebijakan KIP Kuliah, dimana skema KIP-K 2020 yang semula Rp 1,3 Triliun dengan rata-rata besaran uang kuliah Rp 2,4 juta per semester, meningkat menjadi Rp 2,5 triliun pada 2021. Dimana prodi yang terakreditasi A mendapat biaya kuliah maksimal Rp12 juta per semester ditambah biaya hidup maksimal Rp 1,4 juta.
“KIP Kuliah membukakan pintu bagi anak-anak terbaik untuk meraih mimpiny. Toh pemerintah sudah memberikan dukungan maksimal sampai Rp 12 juta untuk mereka bisa meraih mimpinya melalui kampus terbaik di Indonesia,” ucap dia.