REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Faozan Amar, Dosen Ekonomi Islam FEB UHAMKA dan Sekretaris LDK PP Muhammadiyah
Bank Indonesia (BI) mencatat pangsa ekonomi syariah terhadap perekonomian nasional terus meningkat di tengah pelemahan ekonomi yang disebabkan oleh pandemi Covid-19.
BI memaparkan dalam lima tahun terakhir pangsa ekonomi syariah terhadap perekonomian nasional terus meningkat sebesar 24,30 persen (2016), 24,49 persen (2017), 24,61 persen (2018), 24,77 persen (2019), dan 24,86 persen (2020).(Bisnis, 1//4).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mencatat aset industri keuangan syariah tumbuh 21,34 persen per Agustus 2020 dibanding periode sama tahun lalu atau secara tahunan atau year on year (yoy). Rinciannya terdiri dari aset perbankan syariah mencapai Rp550,63 triliun, industri keuangan non-bank (IKNB) syariah mencapai Rp111,81 triliun juga pasar modal syariah mencapai Rp1.016,50 triliun (Merdeka, 27/10/2020).
Catatan resmi dari Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan merupakan hal yang menggembirakan di tengah terjadinya pelemahan ekonomi di tingkat nasional dan dunia. Pencapaian positif atas kinerja aset industri syariah tersebut termasuk dalam kategori memuaskan.
Hal itu mengingat sekarang ini perekonomian nasional tengah dihadapkan pada kondisi sulit akibat pandemi Covid-19 yang masih belum berlalu.
Kendati dari sisi market share, industri keuangan syariah masih pada kisaran 9 persen. Begitu juga jumlah rekening yang tercatat di perbankan syariah saat ini baru mencapai 35 juta rekening dari total 220 juta penduduk muslim di Indonesia. Sehingga masih harus terus menerus ditingkatkan, agar proporsional dengan jumlah umat Islam yang mencapai 87,5 persen.
Pada saat terjadinya wabah pandemi Covid-19 ini, ekonomi Syariah tidak hanya tumbuh pada aspek komersial, tetapi juga dalam aspek sosial, yang mengalami pertumbuhan secara signifikan. Hal ini ditandai dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melaksanakan kewajiban berzakat, infak, sedekah, wakaf, hibah, dan sebagainya.
GoPay mencatatkan peningkatan transaksi elektronik di masa pandemi Covid-19, khususnya produk GoZakat. Ini merupakan layanan yang memudahkan masyarakat untuk menyalurkan zakat, infak dan sedekah secara digital. Transaksi GoZakat mengalami peningkatan dua kali lipat sejak masa pandemi (Kontan, 16/5/2020).
Dompet Dhuafa juga mencatat peningkatan penghimpunan dana zakat, infak, dan sedekah sebesar 16,32 persen ketimbang Ramadhan tahun sebelumnya. Penghimpunan dana Ziswaf pada Ramadhan 1441/2020 tercatat sebesar Rp 105 miliar secara kumulatif, meski di tengah wabah Virus Corona (Tempo, 24/5/2020). Pada saat wabah yang belum berakhir ini, bukan tidak mungkin pada Ramadhan tahun ini akan terus meningkat.
Begitu juga Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Pusat, pada Ramadan 1441/2020 mengumpulkan zakat sekitar Rp 130 miliar. Capaian tersebut meningkat kurang lebih 80 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak Rp 70 miliar (Tempo, 23/5/2020).
Dalam riset GoPay Digital Donation Outlook (DDO) 2020, tercatat donasi digital selama pandemi meningkat. Orang yang berdonasi secara digital mencapai 43%. Jumlah tersebut naik 11% dibandingkan sebelum pandemi corona yang sebesar 32%. Sementara, orang yang berdonasi secara non-digital menurun dari 34% sebelum pandemi corona menjadi 24%. (Republika, 7/12/2020).
Berdasarkan paparan tersebut, kita dapat mengambil beberapa catatan penting tentang tumbuhnya ekonomi Syariah saat terjadinya wabah pandemi Covid-19 seperti sekarang ini. Pertama, meningkatnya literasi masyarakat, khususnya umat Islam dalam memahami tentang ekonomi Syariah. Sehingga menimbulkan pemahaman yang kafah tentang ekonomi Syariah.
Kedua, meningkatnya tingkat religiusitas umat Islam terhadap penggunaan harta yang memberikan manfaat kepada sesama. Apalagi pada saat pandemi seperti sekarang ini, hampir setiap hari berita tentang kematian menghampiri, termasuk yang berasal dari keluarga terdekat. Sehingga menyebabkan meningkatnya kesadaran menjalankan amal ibadah dengan melaksanakan ajaran agama secara kafah saat terjadinya wabah.
Ketiga, terjadinya peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengembangkan ekonomi syariah dari sisi permintaan terhadap penggunaan produk-produk yang dihasilkan dari usaha pengembangan ekonomi syariah, baik berupa barang dan maupun jasa. Mulai dari makanan., minuman, hotel, fashion, bank, asuransi, gadai, pasar modal, dan sebagainya.
Keempat, kinerja industri keuangan bank dan industri keuangan non bank syariah yang justru lebih baik dari institusi konvensional. Hal ini bisa dilihat dari kinerja PT Bank BRI Syariah, PT BNI Syariah, dan PT Bank Syariah Mandiri (BSM) sebelum merger di 2020, yang disebutnya jauh lebih baik. Sehingga setelah merger masuk 10 besar bank di tanah air.
Kelima, adanya perbaikan regulasi yang mendukung pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, seperti dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang memberikan kemudahan dalam mengurus sertifikasi halal, dunia usaha dan industri. Disamping itu, Presiden dan Wakil Presiden turun langsung dalam mengawal kinerja Komite Nasional Ekonomi Keuangan Syariah (KNEKS) yang dianggapnya efektif dalam mendorong penguatan-penguatan kebijakan ekonomi syariah.
Hal ini bisa dilihat ketika meresmikan peluncuran Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) serta Brand Ekonomi Syariah Tahun 2021 dari Istana Negara Jakarta, Senin (25/1). Prisiden Joko Widodo hadir didamping Wakil Presiden Maruf Amin dan Menteri Keuangan Sri Mulyani di Istana Negara.
Dalam konsepnya, menurut Pristiwiyanto (2020) terdapat lima prinsip utama dalam ekonomi syariah yang tidak dimiliki ekonomi konvensional. Kelima prinsip itu adalah ; 1). Kepatuhan pada aturan agama. Karena itu, berbisnis Syariah tidak hanya harus taat pada hukum negara sesuai dengan regulasi yang mengaturnya tetapi juga hukum agama. 2). Tidak dikenakan bunga (riba) pada transaksi apapun, sebab menggunakan konsep bagi hasil (mudharabah), sesuai dengan kesepakatan.
Sehingga jika ada keuntungan dan kerugian menjadi milik bersama. 3). Uang hanya diinvestasikan untuk tujuan mulia (halal), sehingga tidah hanya mendapatkan keuntungan tetapi juga keberkahan. 4). Adanya pembagian risiko di antara mitra bisnis, sesuai dengan nisbah yang disepakati bersama pada saat terjadinya akad. 5). Pembiayaan harus didasarkan atas aset riil, sehingga terhindar dari unsur spekulasi (maysir) dan ketidakpastian (gharar).
Pilar-pilar prinsip yang dimiliki oleh sistem ekonomi syariah terbukti dapat mendukung dan memperkuat sistem perekonomian nasional, termasuk pada saat terjadinya krisis ekonomi. Prinsip-prinsip ekonomi syariah yang tidak dimiliki ekonomi konvensional merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam menghadapi krisis ekonomi nasional dan global global. Jika umat Islam istiqomah dalam menerapkannya, maka kita optimis perekonomian bangsa akan lebih cepat pulih. Semoga. Wallua’lam.