REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perubahan gaya hidup dan bertambahnya usia dapat meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti diabetes, jantung dan pembuluh darah, hingga tumor atau keganasan. Masih adanya pandemi Covid-19, pemeriksaan kesehatan yang seharusnya rutin dilakukan pun tak lagi menjadi prioritas. Padahal, pemeriksaan tetap penting, termasuk di bulan Ramadan dengan menjalani ibadah puasa.
Dr Imelda Maria Loho, Sp.PD, dokter spesialis penyakit dalam RS Pondok Indah Puri Indah, mengatakan Ramadhan tidak jadi patokan untuk meningkatkan frekuensi pemeriksaan kesehatan. Kecuali bila dalam satu tahun terakhir, belum sama sekali melakukan pemeriksaan.
“Sebelum dan di Ramadhan bisa. Yang jadi prioritas misalnya pemeriksaan gula darah. Ini harus karena bila ada diabetes tidak terdeteksi, tentu ditangani agar saat Ramadhan tidak komplikasi seperti gula darah drop, terlalu tinggi karena berbuka banyak makanan manis,” kata Imelda.
Prioritas kedua tekait pemeriksaan lemak darah karena sering kali pada Ramadhan, makan sahur dan berbuka dengan komposisi yang kurang dapat dikendalikan. Bila memang ada kadar di atas normal, tentunya orang akan membatasi dan menjaga agar konsumsi lemak tidak terlalu tinggi.
“Bila sudah diperlukan pengobatan tentunya akan dimulai pengobatan saat Ramadhan. Karena obat-obat untuk diabetes atau lemak dara tidak normal dapat dikonsumsi saat puasa tidak perlu menunggu selesai bulan puasa,” tambahnya.
Adapun pemeriksaan kesehatan biasanya meliputi pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan organ-organ penting seperti jantung, otak, paru, ginjal, hingga pemeriksaan tulang, komposisi tubuh, mata, gigi, dan lainnya. Tidak semua masalah kesehatan menunjukkan gejala pada tahap awal.
Karenanya, penting untuk memeriksakan kesehatan secara berkala agar penanganan masalah kesehatan dapat dilakukan sejak dini. Pemeriksaan kesehatan memang dapat dilakukan sejak muda, namun usia 40 tahun ke atas dinilai semakin penting dalam rangka mencegah penyakit maupun komplikasi.