REPUBLIKA.CO.ID, "…tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa di balik hal yang indah dalam masyarakat itu terdapat banyak hal yang sama sekali tidak patut disebut sebagai peradaban?" [Surat Kartini kepada Ny Abendanon, 27 Oktober 1902].
Itulah surat RA Kartini setelah bertemu Kiai Haji Mohammad Sholeh bin Umar, ulama besar dari Darat, Semarang, atau lebih dikenal Kiai Sholeh Darat. Kartini merasa tercerahkan dengan bimbingan sang kiai.
Terjemahan Alquran dalam bahasa Jawa, beliau terima hingga 13 juz sebagai hadiah pernikahan pada 12 November 1903. Hingga beliau meyakini kemajuan Eropa yang sebelumnya menjadi inspirasi, tak layak untuk wanita pribumi.
Sebab, menyalahi aturan agama, nurani, dan jati diri. Kebebasan yang kebablasan tak pantas disebut peradaban tinggi. Cita-cita dan semangat Kartini mewujudkan wanita memiliki ketinggian adab dan berpikir, sudah semestinya kita lanjutkan.
PENGIRIM: Atik Hermawati, Bogor, Jawa Barat