REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Yenny Wahid, menanggapi polemik Kamus Sejarah Indonesia yang tidak mencantumkan nama pendiri NU, KH Hasyim Asy'ari. Menurutnya, respons Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengatasi polemik ini patut diapresiasi.
Sebelumnya, Kemendikbud mengakui ada keteledoran saat mengunggah buku tersebut ke laman Rumah Belajar. Kemendikbud menjelaskan, buku tersebut diunggah dalam keadaan belum selesai dikerjakan.
"Saya mengapresiasi Pak Nadiem memberi respons cepat menyikapi masalah ini dan memberikan klarifikasi dan penegasan akan komitmen untuk terus memasukkan tokoh-tokoh yang punya jasa besar dalam proses perjalanan bangsa dalam materi pembelajaran anak-anak didik kita," kata Yenny dalam keterangannya, Kamis (22/4).
Yenny menjelaskan, KH Hasyim Asy'ari memiliki jasa yang sangat besar, salah satunya mengobarkan resolusi jihad. Resolusi jihad adalah salah satu faktor besar yang menjadi kekuatan pemukul para pejuang kemerdekaan Indonesia melawan penjajah Belanda. Kontribusi ini sangat fundamental bagi kemerdekaan bangsa Indonesia.
Putri KH Abdurrahman Wahid ini menilai Nadiem memiliki semangat dan komitmen untuk terus mengedepankan penghormatan terhadap jasa-jasa para tokoh bangsa. Ia pun berharap respons tersebut segera diikuti dengan langkah nyata berupa perbaikan penyusunan sejarah melalui proses yang lebih transparan dan partisipatif.
Yenny menyarankan, Kemendikbud segera menarik draf yang sudah telanjur beredar dan melakukan revisi kontennya. "Disisir lagi semua konten-kontennya apakah ada yang bertentangan dengan konteks sejarah kita. Apakah ada penghilangan atau omisi aktor-aktor sejarah kita yang penting tidak masuk di dalamnya. Atau justru ada memasukkan tokoh-tokoh yang sebenarnya musuh ideologi yang bertentangan dengan Pancasila," kata Yenny menegaskan.
Baca juga : Adzan Terlalu Cepat, Seluruh Jamaah Masjid Batal Puasa
Proses kurasi konten nantinya dapat melibatkan para sejarawan. Masyarakat juga diberikan akses untuk berpartisipasi meneliti konten kamus tersebut.
Dengan demikian, publik dapat menyumbangkan input, saling mengoreksi dan terbangun proses transparansi yang tidak terjebak pada pendekatan birokratis. Setelah revisi, pemerintah dapat segera menerbitkan dan menyampaikan kepada publik kamus dengan naskah dan konten yang resmi.