REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Cecep Darmawan, Guru Besar Ilmu Politik dan Ketua Prodi Magister dan Doktor Pendidikan Kewarganegaraan UPI
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kembali menuai sorotan. Kritikan terhadap Kemendikbud datang dari berbagai pihak, menyusul viralnya tudingan hilangnya tokoh pendiri Nahdlatul Ulama yakni Hadratus Syech Hasyim Asy’ari, dalam buku “Kamus Sejarah Indonesia Jilid I”. Banyak pihak yang menyayangkan bahkan protes keras atas kejadian tersebut. Terlebih KH Hasyim Asy'ari merupakan salah satu tokoh pahlawan nasional yang banyak berjasa bagi NKRI.
Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid, menerangkan sekaligus memberikan klarifikasi bahwa buku Kamus Sejarah Indonesia Jilid I tidak pernah diterbitkan secara resmi. Buku tersebut masih berupa draft yang masih perlu disempurnakan.
Buku tersebut pun disusun pada tahun 2017 sebelum periode kepemimpinan Mendikbud saat ini, Nadiem Makarim. Draft buku yang dibuat pada 2017 tersebut sudah harus dilaporkan pertanggungjawabannya, berhubung telah habisnya masa tahun anggaran.
Kemendikbud pun mengakui jika draf buku Kamus Sejarah Indonesia Jilid I sempat dicetak sebanyak kurang lebih 20 eksemplar dalam bentuk hardcopy dan softcopy. Lalu di tahun 2019, draft buku tersebut pun masuk sebagai naskah bahan ajar dalam aplikasi Rumah Belajar Kemendikbud. Kini, setelah mendapatkan kritikan dan sorotan dari publik, buku tersebut pun telah ditarik kembali dari website Rumah Belajar Kemendikbud.
Peristiwa ini harus menjadi pelajaran bagi Kemendikbud bahwa segala sesuatu yang dilakukan oleh pemerintah harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian, kecermatan, ketelitian, dan menghindari kecerobohan. Meskipun buku tersebut tidak dibuat di periode kepemimpinan Mendikbud saat ini, bukan berarti buku yang masih draf tersebut dapat diedarkan secara luas.
Kemendikbud tentunya harus menyadari kealpaannya. Apalagi menyangkut soal sejarah bangsa Indonesia yang di dalamnya terdapat tokoh-tokoh penting yang sangat berjasa dan berkontribusi bagi kemajuan bangsa dan negara. Jangan sampai akibat hal-hal teknis seperti ini dapat berdampak pada kaburnya sejarah bangsa Indonesia.