Sabtu 24 Apr 2021 14:19 WIB

Krisis HAM Myanmar, Ujian Sejarah Para Pemimpin ASEAN

Penyelidikan atas tuduhan-tuduhan terhadap Jenderal Min Aung Hlaing harus dimulai.

Rep: Anadolu/ Red: Elba Damhuri
Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Miskin Kita menggelar aksi di depan Masjid Agung Al-Azhar dekat gedung Sekretariat ASEAN, Jakarta, Sabtu (24/4/2021). Dalam aksinya mereka menolak kedatangan pimpinan Junta Militer Myanmar Min Aung Hlaing yang dianggap tidak sah mewakili Myanmar dalam KTT ASEAN 2021 serta mengutuk atas terjadinya kekerasan yang terjadi di Myanmar.
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Miskin Kita menggelar aksi di depan Masjid Agung Al-Azhar dekat gedung Sekretariat ASEAN, Jakarta, Sabtu (24/4/2021). Dalam aksinya mereka menolak kedatangan pimpinan Junta Militer Myanmar Min Aung Hlaing yang dianggap tidak sah mewakili Myanmar dalam KTT ASEAN 2021 serta mengutuk atas terjadinya kekerasan yang terjadi di Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID -- Oleh Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Pendiri Public Virtue Research Institute

Pada saat dunia sibuk menghadapi pandemi Covid-19, tentara Myanmar -- atau yang dikenal sebagai Tatmadaw -- menggulingkan pemerintahan sipil dan menjungkirbalikkan hasil pemilihan umum.

Itu terjadi dengan mengorbankan nyawa orang-orang yang memprotes dan melawan kudeta militer, atau mereka yang dianggap melawan dominasi Tatmadaw.

Di antara para korban, adalah anak-anak. Anak-anak yang mungkin tidak mengerti tentang kekacauan politik yang sedang berlangsung. Cerita yang diambil pun tidak sepenuhnya terjelaskan atau terekam baik mengingat batasan fisik selama pandemi.

Namun, berbagai sumber menunjukkan lebih dari 48 anak menjadi korban. Sumber paling banyak dikutip adalah data Save The Children (STC) yang menunjukkan peningkatan jumlah orang di bawah usia 18 tahun terbunuh oleh angkatan bersenjata. Dari perkiraan 521 orang tewas, persentase korban anak-anak mendekati 10 persen.

Jika seseorang diminta menceritakan motif yang mendasari di balik pembantaian tersebut, maka bisa dikatakan tidak ada satu pola pun yang dengan mudah dapat menjelaskannya. Subjek yang sebenarnya menjadi sasaran, dalam kisah Khin Myo Chit, adalah anggota keluarga lainnya yang dituduh melakukan perlawanan (BBC News, 1 April 2021).

Tentara menyerbu ke dalam rumah, dan menembak Khin Myo chit ketika mencoba mendekati ayahnya. Seorang anak lain, ditembak saat berada di halaman keluarga, tanpa alasan yang jelas.

Kisah-kisah ini hanyalah sebagian kecil gambaran situasi terkini di Burma, dan mencermati keadaan yang tampaknya belum ada tanda-tanda membaik, saya sangat menyambut inisiatif ASEAN untuk menggelar KTT Darurat ASEAN guna membahas situasi terkini di sana.

Inisiatif undangan Brunei Darussalam sebagai ketua ASEAN jelas memiliki arti penting dalam meminta perhatian para pemimpin negara-negara Asia Tenggara tersebut untuk mengambil langkah konkret terkait situasi terakhir di sana.

Dari berbagai komentar pengamat, ASEAN memang satu-satunya pihak yang dapat menjadi perantara yang jujur ​​dalam krisis karena Tatmadaw secara relatif bersedia menerima inisiatif blok regional. Negara-negara barat lainnya, termasuk AS, juga mendukung ASEAN dalam hal ini.

Meskipun demikian, sebagian negara ASEAN tampaknya terlihat realistis dan pragmatis. Bagi kebanyakan pendapat mereka, kita tidak perlu terlalu berharap pada KTT ASEAN dan jangan berharap ASEAN menjadi apa yang bukan ASEAN.

“Kita tidak bisa mengharapkan seekor ikan untuk terbang atau memanjat pohon,” kata seorang diplomat senior.

 

Sumber: https://www.aa.com.tr/id/berita-analisis/opini-krisis-ham-di-burma-ujian-sejarah-para-pemimpin-asean/2218340

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement