REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Studi Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika (CDC) menunjukkan bahwa vaksin untuk mencegah infeksi virus corona jenis baru (COVID-19) aman bagi ibu hamil. Panduan dikeluarkan berdasarkan data awal penelitian yang dilakukan.
Studi juga dipublikasikan di New England Journal of Medicine (NEJM). Hasilnya menunjukkan bahwa produk vaksin COVID-19 dari Pfizer / BioNTech dan Moderna, yang masih diklasifikasikan dalam Emergency Use Authorization (EUA) aman untuk ibu hamil.
Dilansir TrialSite, ada beberapa penelitian lain yang juga menunjukkan indikasi positif serta uji klinis formal yang sedang berlangsung. Selama ini, banyak ibu hamil yang merasa bingung, dan khawatir untuk melakukan vaksinasi karena ketakutan terhadap keselamatan janin yang dikandung.
Tujuan utama dari studi CDC adalah untuk lebih memahami risiko vaksin COVID-19 berbasis mRNA untuk perempuan hamil. Meski orang-orang yang termasuk dalam kelompok ini ternyata mendapatkan vaksin, mereka tidak memiliki data tentang aspek keamanan.
Tim besar dari CDC menggunakan beberapa database berbeda untuk lebih memahami apa yang terjadi secara nyata. CDC menggunakan sistem surveilans pemeriksa kesehatan aman (v-safe) setelah vaksinasi, registri kehamilan yang aman) Sistem Pelaporan Kejadian Buruk Vaksin (VAERS) untuk lebih memahami dinamika keamanan yang terkait dengan vaksin terkait dengan ibu hamil.
Tim peneliti CDC menemukan 35.691 orang dalam basis data peserta v-safe yang berusia 16-54 tahun dan diklasifikasikan hamil. Mereka menemukan sejumlah gejala respon yang dilaporkan mulai dari nyeri otot di lokasi tusukan hingga mialgia, menggigil dan beberapa laporan demam.
Sementara dalam daftar kehamilan v-safe dengan 3.958 pendaftar, 827 memiliki kehamilan lengkap. Sebanyak 115 (13,9 persen) menunjukkan keguguran dan 712 (86,1 persen) tidak. Mereka menemukan bahwa hasil neonatal yang merugikan termasuk kelahiran prematur (9,4 persen), sementara tidak ada kematian neonatal yang dilaporkan.
Dalam studi lain yang diterbitkan dalam American Journal of Obstetrics Gynecology, sekelompok peneliti melakukan studi kohort prospektif di dua pusat medis akademik yang melibatkan 131 peserta (84 ibu hamil, 31 ibu menyusui dan 16 perempuan tidak hamil.) Studi ini menemukan bahwa ketiganya semua kohort menanggapi vaksin dengan baik dan tidak ada perbedaan materi dalam efek samping yang disebabkan oleh vaksin antara wanita hamil dan tidak hamil.
Pada Februari, Pfizer / BioNTech mengumumkan bahwa peserta pertama diberi dosis dalam uji klinis yang mengevaluasi keamanan, tolerabilitas, dan imunogenisitas vaksin COVID-19 BNT162b2 berbasis mRNA pada ibu hamil yang sehat. Uji klinik melibatkan sekitar 4.000 perempuan yang tengah mengandung dalam keadaan sehat berusia 18 tahun ke atas dan divaksinasi selama 24 hingga 34 minggu kehamilan.
Studi tersebut menyelidiki keamanan dan tolerabilitas, serta imunogenisitas, dari dua dosis vaksin atau plasebo yang diberikan dengan selang waktu 21 hari. Para peserta dipantau hingga 10 bulan dan juga menilai keamanan bayi dari wanita yang divaksinasi, termasuk kemungkinan bahwa antibodi akan berpindah ke bayi.
Bayi-bayi tersebut akan dipantau hingga kira-kira berumur enam bulan. Studi besar ini dilakukan di lebih dari 80 pusat lokasi penelitian.