Oleh Prof KH Nasaruddin Umar
REPUBLIKA.CO.ID, Secara literal Lailatul Qadr (LQ) berasal dari dua kata, yaitu lailah dan qadr. Lailah dalam bahasa Arab mempunyai beberapa makna. Ada makna literal berarti malam, lawan dari siang (nahar); ada makna alegoris seperti gelap atau kegelapan, kesunyian, kesepian, keheningan, kesyahduan, kerinduan, dan kedamaian; ada makna anagogis (spiritual) seperti kekhusyukan (khusyu'), kepasrahan (tawakkal), kedekatan (taqarrub) kepada Ilahi, dan kedalaman cinta (mahabbah).
Dalam syair-syair klasik Arab, ungkapan lailah lebih banyak ditonjolkan makna alegoris (majaz) daripada makna literalnya, seperti ungkapan syair seorang pengantin baru: Ya lalila thul, ya shubh qif! (wahai malam bertambah panjanglah dan wahai subuh berhentilah). Kata laila di dalam bait itu berarti kesyahduan, keindahan, kenikmatan, dan kehangatan sebagaimana dirasakan oleh para pengantin baru. Pengantin baru ingin mengabadikan malam hari untuk memperlama kemesraan antara keduanya. Siang hari dirasakan sebagai pengganggu karena keduanya sudah harus ke tempat lain menjalankan aktivitas rutinnya.
Kata lailah dalam syair-syair sufistik orang bijak (hukama) lebih banyak menekankan makna anagogisnya. Para sufi lebih banyak menghabiskan waktu malamnya untuk bermujahadah, bertafakur, bertadzakkur, dan mendaki menuju Tuhan. Mereka berterima kasih kepada al-lailah (malam) karena selalu memberikan kesyahduan dan menemani kesendirian mereka. Perhatikan ungkapan Imam Syafi'i: Man thalab al-ulasyahir al-layali (barang siapa yang mendambakan martabat utama, banyaklah berjaga di waktu malam).
Kata al-layali di sini berarti keakraban dan kerinduan antara hamba dan Tuhannya. Dalam Alquran, di antara ke-93 kata lail tidak sedikit di antaranya menunjukkan makna alegoris dan anagogis di samping makna literalnya. Di antara ayat yang menekankan makna anagogis, kata lailah ialah perjalanan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad yang dilakukan pada malam hari (QS al-Isra'/17: 1), keutamaan shalat Tahajjud (Q.S. al-Isra'/17:79), dan pertobatan di malam hari (QS al-Dzariyat/51:17).
Kata al-lailah dalam ketiga ayat di atas mengisyaratkan malam sebagai rahasia untuk mencapai ketinggian dan martabat utama di sisi Allah SWT. Ayat-ayat tersebut mengisyaratkan seolah-olah jarak spiritual antara hamba dengan Tuhan lebih pendek. Ini mengingatkan kita bahwa hampir semua prestasi puncak spiritual terjadi pada malam hari.
Ayat pertama (QS al-'Alaq/96: 1-5) diturunkan pada malam hari, ayat-ayat tersebut sekaligus menandai pelantikan Muhammad SAW sebagai Nabi pada malam hari. Tidak lama kemudian, turun ayat dalam surah al-Muddatstsir yang menandai pelantikan Nabi Muhammad sekaligus sebagai rasul menurut kalangan ulama 'Ulumul Qur'an.
Peristiwa Isra' dan Mi'raj, ketika seorang hamba mencapai puncak maksimum (sidrah al-muntaha) juga terjadi pada malam hari. Yang tidak kalah pentingnya ialah lailah al-qadr khair min alf syahr (malam Lailatul Qadr lebih mulia dari ribuan tahun), bukannya siang hari Ramadhan (nahar al-qadr).
Banyak versi makna Lailatul Qadr (LQ) menurut para ulama. Ada yang mengatakan LQ terjadi hanya sekali saja, yaitu ketika pertama turunnya. Selebihnya sampai sekarang hanya semacam ulang tahunnya yang juga tak kurang berkahnya. Versi lain, LQ turun setiap tahun dalam bulan suci Ramadhan hingga akhir zaman tetapi waktu pastinya dirahasiakan Allah SWT. Yang pasti, LQ adalah suatu malam dalam makna simbolis atau anagogis.
LQ merupakan suatu tanda (simbol) pencapaian prestasi spiritual seorang hamba dalam upaya mendekatkan diri kepada Tuhan. Banyaknya hadis yang menganjurkan untuk banyak beribadah malam hari pada malam-malam ganjil 10 terakhir bulan Ramadhan mengisyaratkan adanya berkah dan nilai-nilai keutamaan pada malam hari.