REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI bidang Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Korkesra), Abdul Muhaimin Iskandar atau Gus AMI menggelar silaturahmi dengan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah, Ahad (2/5).
Turut mendampingi Anggota DPR RI, M. Hasanudin Wahid, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subhi, dan Anggota DPR RI Alamuddin Dimyati Rois. Rombongan pun diterima langsung Rois Syuriah PWNU Jateng KH Ubaidilah Shodaqoh, Ketua Tanfiziyah PWNU Jateng, KH M Muzammil, serta para pengurus PWNU Jateng lainnya.
Gus AMI mengutarakan pentingnya kekuatan solidaritas di tengah pandemi Covid-19 yang kini masih menghantui Indonesia. Menurutnya, Nahdlatul Ulama (NU) sudah memberikan contoh yang baik betapa kekuatan itu mampu menjaga asa kebangkitan Indonesia meski dalam ancaman pandemi.
“Inilah suasananya yang tentu Nahdlatul Ulama sebagai kekuatan yang diikuti oleh umat yang memiliki basis kultural, kekuatan silaturahmi yang mengakar di mana-mana akan sangat bermanfaat (dan) memiliki daya topang ketahanan sosial sekaligus ekonomi,” kata Gus AMI berdasarkan rilis yang diterima di Jakarta, Senin (3/5).
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini sepakat dengan dawuh Ketua Tanfiziyah PWNU Jateng, KH. Muzammil yang menyitir perlunya mengembalikan ghiroh Nahdlatut Tujjar di Indonesia, terutama bagi kalangan Nahdliyin. Menurut Gus AMI, semangat Nahdlatut Tujjar bisa membangkitkan ekonomi sebagai pilar penyangga kekuatan umat.
Semangat itu, lanjut Gus AMI, selaras dengan arah perjuangan PKB di legislatif maupun eksekutif. Gus AMI mengaku sudah menginstruksikan mereka untuk memperioritaskan tiga hal, pendidikan, ekonomi, dan pertanian dalam menghadapi pandemi dan pasca pandemi.
“Kita terus dorong Presiden dan Kementerian terkait untuk benar-benar menjaga dan mengelola siatem pendidikan ini berjalan dengan normal. SDM kita tentu terancam kalau kualitasnya tidak dijaga dengan sebaik-baiknya. Kalau perguruan tinggi online relatif terjaga dan efektif, tapi mulai SD sampai SMA ini masih menjadi tanda tanya efektifitasnya,” ujarnya.
Kendati demikian, Gus AMI menyebut bahwa perguruan tinggi pun bukan berarti optimal 100 persen. Menurut dia peran perguruan tinggi belakangan ini mati dan mengalami kemandegan produktifitas dan kreatifitas.
“Soal Covid-19 ini saya mendengar cuma dua kampus yang produktif. Satu UNAIR yang meracik obat. Yang satu lagi UGM membuat alat genose untuk mengukur tingkat penularan Covid. Kampus yang lain belum terdengar,” ungkap Gus AMI.
Selain recovery pendidikan, Gus AMI juga turut serta memperjuangkan recovery ekonomi, terutama UMKM dan pertanian. Menurutnya, recovery ekonomi mutlak harus dilakukan oleh pemerintah.“Hari ini pertanian, tadi Kiai Muzammil cerita bahwa pertanian adalah idola, solusi mengatasi krisis. Dan kita harapkan bukan hanya di masa krisis, pertanian juga betul-betul menjadi solusi yang bisa menopang pertumbuhan ekonomi nasional,” ungkapnya.
Gus AMI juga menyatakan pentingnya pemerintah untuk sesegera mungkin memperkuat seluruh landasan kultural bangsa. Salah satu infrasturuktur penopang kultural bangsa adalah sejarah.
“Sejarah alhamdulillah dulu kita mengawal misalnya resolusi jihad. Kita bikin kirab dari Surabaya ke Jakarta. Lalu kita bersama pak Jokowi mengusung Hari Santri Nasional, kita juga mendorong film Sang Kiai. Itu saja masih penuh tantangan misalnya saat sejarah KH. Hasyim Asyari hilang dalam buku sejarah nasional kita,” tuturnya.
Oleh karena itu, Gus AMI menyebut fatwa para ulama terdahulu untuk berjam’iyyah mutlak harus dilakukan meski dalam lingkup kecil, agar bangsa Indonesia terkonsolidir dengan rapi, tidak compang-camping dan penanganannya lebih siatematis. “Dalam waktu dekat kita harus menyiapkan jejaring efektif, baik itu informasi, solidaritas atau ta’awun yang tidak boleh ketinggalan dalam setiap langkah kita,” tutup Gus AMI.