REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ipang Wahid, Pendiri Tebuireng Initiatives
Tiba tiba Ramadhan yang khusuk ini pekan lalu diguncang berita hilangnya nama
Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy'ari dari buku Kamus Sejarah Republik di website
Kemendikbud. Heboh jagad pesantren.
Pentingnya Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy'ari atau Mbah Hasyim ini memang tidak bisa
dibantah. Bukan saja Beliau adalah pendiri NU, ormas terbesar negeri ini, Mbah Hasyim adalah juga Bapak Umat Islam Indonesia, karena dianggap sebagai pengayom dan pemersatu bagi banyak ormas Islam di Indonesia.
Itulah mengapa, Resolusi Jihad yang difatwakan Mbah Hasyim; yang kemudian menjadi
pertempuran 10 November 1945 di Surabaya; terbukti efektif dalam mengusir penjajahan
Belanda. Itulah ‘the true jihad’ melawan penjajah. Bukan kaleng kaleng.
Sekaliber presiden Soekarno dan Jenderal Soedirman pun tak jarang menjadikannya mitra diskusi dan tempat meminta fatwa. Karenanya Mbah Hasyim pun mendapat anugerah pahlawan nasional dari Pemerintah.
Hebohnya jagad pesantren dua pekan lalu, bermula dari hilangnya nama Hasyim Asy'ari dalam Kamus Sejarah Indonesia Jilid I. Ajaibnya, Draft Naskah yang dibuat tahun 2017 lalu sudah diposting di Rumah Belajar, Kemendikbud. Malahan sudah bisa dibeli via online.
Bila memang masih mentah dan dalam perbaikan belum selayaknya menjadi konsumsi publik, mengapa sudah diposting di website resmi? Adakah maksud lain yang terselubung dalam hal ini? Wallahua’lam.
Seandainya saya jadi Nadiem Makarim, saya akan benar-benar menginvestigasi mengapa hal tersebut bisa terjadi. Paling tidak, lebih dari sekadar pembelaan bahwa kejadian ini sudah ada sebelum ia menjabat dan ini tanggung jawab Dirjen.
Mas Menteri Nadiem pun kemudian menyambangi PBNU untuk berjumpa dengan Ketua Umum dan Sekjen PBNU. Tak lupa, Mbak Yenny Wahid yang merupakan cicit dari Mbah Hasyim juga turut dihadirkan.
Baca juga : Kemendikbudristek Setujui UNP Menjadi PTN BH
Menurut Menteri Nadiem, kunjungan ke Ketum dan Sekjen PBNU plus Mbak Yenny sudah cukup mewakili untuk klarifikasi kejadian hilangnya nama Mbah Hasyim. Di sinilah kita bisa mengukur seberapa Mendikbud sendiri kurang (mau) memahami budaya NU dan pesantren.
Kalau saya menjadi Nadiem, saya pasti akan langsung pergi ke pesantren Tebuireng dan ziarah di makam Mbah Hasyim seraya memohon maaf kepada Allah atas kelalaian kementerian yang dipimpinnya melupakan Hadratussyaikh.
Tebuireng ini yang melahirkan NU. Jadi bukan Tebuireng adalah bagian dari PBNU.
Jangan dibalik. Yang saya dengar, jangankan silaturahim ke Tebuireng, kontak ke Pengasuh Pesantren Tebuireng untuk meminta maaf saja menteri Nadiem tidak lakukan.