Rabu 05 May 2021 01:15 WIB
...

Menembus Tembok 'Istana' Susno Duadji di Pondok Rajeg

Susno menghentikan langkahnya dan dengan wajah marah menoleh ke arahku.

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Pondok Rajeg, Cibinong, Bogor, Jawa Barat (Jabar).
Foto: Istimewa.
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Pondok Rajeg, Cibinong, Bogor, Jawa Barat (Jabar).

Oleh : Rusdy Nurdiansyah/Jurnalis Republika

REPUBLIKA.CO.ID, Matahari tepat di atas ubun-ubun. Siang itu benar-benar menyengat.

Matahari menyinari tembok kokoh berwarna putih seperti tembok bangunan 'istana' di kawasan Pondok Rajeg, Cibinong, Kabupaten Bogor, Rabu 30 April 2014.

Apa kabarnya mantan kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri Komjen (Purn) Susno Duadji? Hal itu yang ada dibenakku saat memandang tembok yang memagari lahan seluas empat hektare di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Pondok Rajeg, Cibinong, Bogor, Jawa Barat (Jabar).

Selain Susno, setidaknya ada tiga tulisan yang bisa digarap jika berhasil menembus tembok penjara yang dibangun pada 2 Mei 2008, yakni kasus narkoba warga Kota Depok, isu peredaran narkoba di penjara, dan praktik jual-beli kamar tahanan.

Susno, pria kelahiran Pagar Alam, Sumatra Selatan, 1 Juli 1954, sudah sejak Mei 2013 menjadi penghuni penjara Pondok Rajeg karena didakwa dalam kasus suap untuk memuluskan kasus PT Salmah Arowana Lestari (SAL) dan pemotongan dana pengamanan Pilgub Jabar. Susno dihukum penjara selama 3,5 tahun, dan denda sebesar Rp 200 juta.

Aku kemudian mendekat ke pos penjagaan penjara, memperkenalkan diri sebagai wartawan Republika yang ingin bertemu Kepala Lapas (Kalapas) Pondok Rajeg, Rudi CH. "Sudah janji?" tanya seorang petugas keamanan Lapas.

"Belum, saya sedang bertugas dan mau bertemu langsung," jawabku.

"Kalau mau meliput harus ada izin dari Dirtjen Lapas di Jakarta. Nggak bisa sembarangan," timpal seorang petugas keamanan dengan lantang yang mengaku sebagai Kepala Keamanan Lapas yang sempat terbaca di tanda pengenal bernama, Maulana.

Baca juga : Tol Layang MBZ akan Ditutup Selama Mudik Dilarang

"Saya sedang bertugas dan ada kartu pers saya, terlalu birokrasi kalau saya hanya mau bertemu Kalapas harus minta izin ke Jakarta," terangku yang merasa kartu pers sudah cukup untuk instansi pemerintah melayani wartawan.

"Itu aturannya, harus ada izin," tegas Maulana.

"Ok, kalau begitu, jangan salahkan saya, kalau informasi yang saya dapat, saya tulis kalau ada peredaran narkoba di dalam penjara dan saya sudah berusaha konfirmasi dan Anda tolak," ujarku menggertak.

"Silakan ditulis, saya nggak takut," tegas Maulana menantang.

Perdebatan mulai memanas. Aku memilih mengalah dan pergi meninggalkan pos keamanan. Di benakku, ini tantangan dan aku harus kembali lagi dan harus bisa masuk dengan leluasa.

Kemudian aku mencoba menghubungi via SMS ke Kabag Humas dan Protokol Dirjen Lapas, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Akbar Hadi Prabowo, untuk protes keras dan menegaskan akan menurunkan berita terkait adanya informasi peredaran narkoba di Lapas Pondok Rajeg.

Gayung bersambut, protesku direspons cepat dan aku diminta datang besok, Kamis 1 Mei 2014, dipersilakan bertemu Kalapas Pondok Rajeg, Rudi CH. "Silakan besok pagi datang, saya akan dampingi Pak Rusdy," ujar Akbar menghubungiku melalui telepon selularnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement