REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- DPP PDI Perjuangan (PDIP) mendorong agar pemerintah memastikan rasa percaya masyarakat terhadap proses sekolah tatap muka yang akan dijalankan. Yakni dengan cara mengalokasikan anggaran pendidikan untuk tes covid bagi para siswa.
Usulan itu disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi X DPR dari Fraksi PDIP, Agustina Wilujeng, saat berbicara dalam acara Live Talkshow Dalam Rangka Memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2021 yang diselenggarakan DPP PDIP.
"Persoalan terbesar sekolah tatap muka adalah terkait untrust atau ketidakpercayaan publik. Sebab tak satupun tes antigen atau PCR yang dilakukan," kata Agustina.
"Saya kira kalau orang tua tak ada garansi bahwa anaknya akan secure, maka takkan diizinkan sekolah."
Menurutnya, pemerintah seharusnya berpikir menyediakan vaksinasi bagi anak, dan secara periodik melakukan tes terhadap anak yang menjalankan sekolah tatap muka. Dari sisi anggaran, Agustina mengatakan hal itu bisa diambil dari dana pendidikan yang ada. Atau bisa dilaksanakan dengan realisasi anggaran yang masih belum prioritas. Semisal, anggaran sekolah kedinasan bisa ditunda dulu, sebab proses pendidikan SD hingga SMA lebih penting. Pihaknya mengestimasi bahwa Rp 200 triliun bisa disiapkan demi memastikan sekolah tatap muka itu.
Selain itu, pemerintah bisa mendorong agar setiap stakeholder pendidikan bertanggung jawab dan bergotong royong. Baik itu Pemerintahan di Pusat, di provinsi, dan kabupaten/kota.
"Atau bahkan tokoh dan pengusaha yang punya energi, orang tua murid yang punya kelebihan, kita sumbangkan rapid test untuk memastikan anak dalam kelas terjamin sehat. Itu harus. Karena itu adalah jaminan. Dengan begitu sekolah tatap muka akan terjadi," kata Agustina.
Inisiator Bukit Algoritma dan Ketua Umum Inovator 4.0 Indonesia, Budiman Sudjatmiko, mengatakan bahwa mengeluarkan dana besar untuk pendidikan adalah hal yang realistis. Sebab memang yang sedang dihadapi adalah musibah besar berupa virus covid-19 yang telah menjadi pandemi.
"Jadi memang mengalokasikan anggaran Rp 200 triliun demi kebudayaan baru dalam belajar, itu murah. Anggaran Rp 200 triliun untuk menyelamatkan spesies, generasi itu terlalu murah. Jadi apa yang disampaikan Mbak Agustina itu realistis," kata Budiman.
Pihaknya juga mendorong agar waktu tak banyak dihabiskan untuk berpikir dan mempertimbangkannya. Jika tak segera dilaksanakan, yang akan menjadi korban adalah pendidikan anak yang merupakan generasi depan bangsa.
"Ada 100 juta anak muda Indonesia yang tergantung," kata Budiman. "It's a peanut."
Menurut mantan legislator PDIP itu, pada periode lalu, pihaknya pernah menyiapkan RUU Data Raksasa dan Pemerintah 4.0. Di situ diatur, jika suatu negara menghadapi bencana nasional, menghadapi perang maupun pandemi, perdebatan alokasi anggaran seharusnya berbasis semata-mata dari masukkan data dan bantuan teknologi untuk menganalisis.
"Bahwa ketika perang atau pandemi yang sifatnya menyeluruh, maka seluruh sektor jangan ada ketinggalan. Dan alokasi anggaran tak perlu diperdebatkan secara keras karena situasi darurat. Jadi let AI decide, biarkan data berbicara," kata Budiman.
Artinya, bila diperlukan, pemerintah bisa memakai data hingga tingkat kelurahan, RW, dan RT, untuk bisa menentukan sekolah tatap muka bisa dilaksanakan atau tidak. Dan memang itu membutuhkan alokasi anggaran.
"Kita belum tahu pandemi ini sampai kapan. Namun langkah harus kita ambil," kata Budiman.
Di acara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim hadir sebagai narasumber. Juga hadir Bupati Sumenep Achmad Fauzi dan Komedian Kiki Saputri.
Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto hadir bersama ratusan pengurus daerah PDIP seluruh Indonesia. Yang menjadi host acara adalah Anggota Komisi X DPR dari PDIP, Andreas Hugo Pareira. Acara ditayangkan langsung dan bisa ditonton ulang di akun youtube resmi @pdiperjuangan dan akun facebook PDI Perjuangan.