REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani, menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal tidak diperlukannya izin Dewan Pengawas (Dewas) bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan. Dirinya mengaku tak persoalkan putusan MK tersebut.
"Nah DPR biasa saja. DPR kalau undang-undangnya atau pasal dari undang-undangnya itu dibatalkan MK, atau katakanlah diberi pemaknaan konstitusional tertentu ya biasa saja itu harus kita laksanakan," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/5).
Arsul menambakan, keputusan MK tersebut lantas tak membuat DPR marah dan kecewa terhadap MK. Politikus PPP itu mengaku sejak awal mengatakan bahwa Dewas cukup mendapat pemberitahuan saja dari penyidik atau pimpinan KPK. Setelah itu Dewas melakukan audit secara berkala terhadap kerja-kerja penyadapan yang dilakukan oleh jajaran penindakan KPK.
"Jadi sudah seperti itu, jadi kalau sekarang dibatalin ini nggak masalah. Kita juga tidak perlu menyalah-nyalahkan katakanlah teman-teman anggota DPR anggota Panja pada saat itu yang berpendapat sudah harus dengan izin. Karena masing-masing ada argumentasinya," ujarnya.
Sementara itu Anggota Komisi II DPR, Johan Budi Sapto Pribowo mengatakan bahwa MK memiliki dasar pertimbangan dalam memutuskan putusan tersebut. MK juga dinilai telah mendengarkan banyak pendapat baik dari pihak penggugat maupun oleh pihak yang digugat.
"Menurut saya kita hormati saja putusan yang telah disampaikan oleh Mahkamah Konstitusi," kata mantan juru bicara KPK tersebut.