REPUBLIKA.CO.ID, UPPSALA -- Terlepas dari jenis kelamin, perisakan dan obesitas kerap dikaitkan dengan kesehatan mental seseorang. Para peneliti di Universitas Uppsala, Swedia mendalami lebih lanjut mengenai topik tersebut pada kalangan remaja.
Selama enam tahun, tim periset menjalankan studi terhadap kaum muda yang lahir di Västmanland County. Usia rata-rata responden adalah 14,4 tahun pada awal periode dan 19,9 tahun pada akhir periode studi.
Peserta menjawab pertanyaan tentang tinggi badan, berat badan, dan gejala depresi pada tiga kesempatan terpisah (2012, 2015, dan 2018). Berdasarkan indeks massa tubuhnya, remaja dibagi menjadi tiga kelompok yakni normal, berlebih, dan obesitas.
Mereka juga dikelompokkan menurut tingkat gejala depresi. Secara keseluruhan, terlepas dari berat badan mereka, para gadis lebih sering menyatakan mengalami gejala depresi dibandingkan remaja laki-laki.
Penelitian yang terbit di Journal of Public Health tersebut melibatkan 1.729 remaja (962 perempuan dan 767 laki-laki) pada 2012. Angkanya turun menjadi 1.481 pada 2015 dan 1.111 pada 2018 akibat putus sekolah.
Pada 2012, 17 persen anak perempuan dan enam persen anak laki-laki mengaku mengalami depresi. Pada 2015, proporsi remaja dengan gejala ini meningkat menjadi 32 persen untuk perempuan dan 13 persen untuk laki-laki.
Bertambah lagi pada 2018, 34 persen (perempuan) dan 19 persen (lelaki). Salah satu peneliti, Sofia Kanders, mengatakan indeks massa tubuh yang lebih tinggi tidak memengaruhi kesejahteraan mental anak perempuan secara besar-besaran.
Namun, di antara anak laki-laki, pola yang diamati sangat berbeda. Untuk anak laki-laki dengan obesitas, secara statistik berpotensi mengalami depresi lima kali lebih tinggi daripada anak laki-laki dengan berat badan normal.
Para responden juga ditanyai tentang berbagai bentuk perisakan yang mungkin dialami. Misalnya, apakah mereka pernah disakiti secara fisik, diejek, dikucilkan, menjadi korban perisakan siber, atau diintimidasi di sekolah.
Dalam setiap analisis, paparan perisakan lebih terkait dengan risiko gejala depresi yang lebih tinggi. Hubungan ini juga terbukti enam tahun kemudian, terutama pada anak laki-laki yang kelebihan berat badan.
Para peneliti percaya bahwa hasil ini tampaknya menunjukkan perbedaan gender dalam bagaimana indeks massa tubuh dan perisakan bersama-sama mendorong perkembangan gejala depresi di masa depan.
"Kesimpulan utama dan pesan yang dapat diambil dari penelitian kami adalah bahwa perisakan dapat menyebabkan penyakit mental untuk waktu yang lama. Karenanya, tindakan pencegahan terhadap penindasan di sekolah menjadi sangat penting," kata Kanders dikutip dari laman Science Daily.