Oleh : Dian Andriasari, Dosen Fakultas Hukum Unisba, Ph.D Candidate UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
REPUBLIKA.CO.ID, Law may regulate people equally, but people are not equal structurally
Ungkapan di atas mengandung arti bahwa hukum mungkin mengatur masyarakat secara sama, tetapi masyarakat tidaklah setara secara struktural. Itulah fakta dalam realitas sosio-yuridis yang ada di berbagai kehidupan masyarakat di mana masih banyak terjadi kesenjangan sosial. Merujuk pada realitas hukum di Indonesia, secara normatif prinsip equality before the law atau persamaan di muka hukum secara eksplisit diatur di dalam konstitusi negara.
Namun benarkah setiap peristiwa kejahatan hanya dapat dimaknai sebagai peristiwa hukuman sih, bukankah kejahatan juga merupakan bagian dari peristiwa sosial yang tak hanya dapat dijelaskan dengan anasir-anasir hukum, sebagai contoh pada kasus yang saat ini sedang viral, yakni kasus sate sianida yang salah sasaran dan menewaskan seorang anak di Bantul Yogyakarta. Adalah perempuan berinisial NAN (25 tahun), yang kini ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik.
NAN yang diduga sebagai pengirim takjil berupa sate bersianida awalnya bertujuan mengirimkan makanan tersebut kepada seorang lelaki berinisial T. Motif dendam asmara menyeruak dengan beragam spekulasi.
Hal yang menarik dalam kasus ini adalah terbukanya diskursus di ruang publik tentang ancaman hukuman mati dan konstruksi pembunuhan berencana yang membayangi tersangka NAN. Bagaimana jika nantinya vonis tersebut benar-benar dijatuhkan oleh hakim, mengingat hukuman mati yang masih dimungkinkan dijatuhkan dalam sistem hukum pidana di Indonesia, dengan merujuk pada KUHP. Bagaimana fenomena dan pengaruh hukuman sosial yang menjadi suatu keniscayaan di era digital ini.