REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Mukhamad Misbakhun, mengkritisi rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada tahun 2022. Misbakhun, di Jakarta, Rabu (12/5), mengaku terkejut dengan rencana Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menaikkan tarif PPN.
"Saya agak surprised perihal rencana kenaikan tarif PPN yang sedang diwacanakan oleh Kementerian Keuangan," ujar Misbakhun.
Anggota Komisi XI DPR RI ini mengatakan, Kemenkeu dalam rapat-rapat dengan DPR pada masa sidang lalu tidak pernah menyampaikan rencana soal itu. "Rencana tersebut belum pernah dibicarakan dengan DPR khususnya Komisi XI, tetapi kenapa sudah disosialisasikan ke masyarakat lewat pemberitaan?" tuturnya.
Mantan pegawai Direktorat Jendera Pajak (DJP) itu juga bertanya-tanya apakah rencana Kemenkeu tersebut sudah dibahas di tingkat pemerintah. Menurut Misbakhun, situasi perekonomian tahun depan masih terbebani efek pandemi Covid-19.
"Apakah sudah disepakati lewat mekanisme rapat tingkat menteri koordinator ataupun rapat kabinet? Apakah Presiden Jokowi juga sudah tahu?" tutur Misbakhun.
Wakil rakyat asal Pasuruan, Jawa Timur itu menyatakan selama ini Kementerian Koordinator Perekonomian mengarahkan kebijakan perpajakan untuk memberi insentif. Misbakhun menyebut perekonomian nasional masih tumbuh negatif, meski sudah ada tanda-tanda perbaikan.
Oleh karena itu Misbakhun menduga wacana tentang kenaikan tarif PPN yang dilontarkan Menteri Keuangan Sri Mulyani belum dibahas secara solid di tingkat pemerintah. "Kalau tahapan di sisi internal pemerintah belum selesai sampai pada tingkat rapat paripurna kabinet tetapi rencana kenaikan tarif PPN sudah dilakukan sosialisasi ke media, dalam pandangan saya ini menjadi awal komunikasi yang kurang bagus di publik," ulasnya.
Menurut Misbakhun, bisa saja wacana itu sudah dibahas di tingkat Kemenkeu. Namun, dia menyebut kebijakan itu tidak cukup diputuskan Kemenkeu.
"Pemerintah, kan, bukan cuma Kemenkeu ketika merumuskan hal serius dan berdampak besar seperti ini," tegasnya.