Sabtu 15 May 2021 02:12 WIB

Ekstremisme dan Ekstremis Online

Program Christchurch Call penting untuk mengadang dan melawan kaum ekstremis online

Perdana Menteri Jacinda Ardern (tengah, berkerudung krem) meresmikan plakat peringatan bagi korban teror penembakan di Masjid Al-Noor, Christchurch, Selandia Baru, Kamis (24/9).
Foto: AP Photo/Mark Baker
Perdana Menteri Jacinda Ardern (tengah, berkerudung krem) meresmikan plakat peringatan bagi korban teror penembakan di Masjid Al-Noor, Christchurch, Selandia Baru, Kamis (24/9).

Oleh : Elba Damhuri, Kepala Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Dunia semakin giat dan bersatu memerangi ekstremisme dan ekstremis online. Media sosial dan platform online lain telah menjadi wadah bagi berkembangnya pengaruh-pengaruh keras dari suatu nilai-nilai terutama keagamaan.

Bagi banyak pemimpin negara, tren ini sungguh mengkhawatirkan. Tak heran jika Presiden Prancis Emmanuel Macron dan PM Selandia Baru Jacinda Ardern mengadakan pembicaraan pada Jumat ini melalui video conference dalam rangka meningkatkan kampanye dua tahun mereka untuk melawan ekstremis online.

Pembicaraan keduanya menandakan dua tahun setelah para pemimpin dunia meluncurkan program the Christchurch Call, sebuah inisiatif yang diberi nama setelah sebuah kota di Selandia menjadi target serangan teroris sayap kanan Australia yang membunuh 51 Muslim di dua masjid berbeda.

Peristiwa itu disiarkan pelaku secara langsung di Facebook. Seluruh dunia menyaksikan siaran langsung pembantaian sadis terhadap orang-orang tak bersalah melalui media sosial.

ISIS juga menjadi contoh bagaimana mereka memanfaatkan platform Youtube, Twitter, dan Facebook untuk menarik orang-orang di seluruh dunia bergabung bersama mereka di Irak dan Suriah.

ISIS memenuhi media sosial dan platform online dengan mengajak umat Islam di seluruh dunia untuk berperang melawan musuh Allah dan Islam dan menjanjikan surga yang indah serta abadi bagi mereka yang meninggal dalam perang suci itu. Mereka akan mati syahid. Begitu ISIS berkampanye.

Kampanye online ISIS berhasil. Ribuan orang dengan sukarela menjadi prajurit dan pelayan ISIS di Irak dan Suriah. Hebatnya, ISIS tidak hanya mampu menarik orang-orang dari Timur Tengah dan Asia, namun juga beberapa dari negara-negara Barat.

Bahkan, kampanye ISIS di media sosial telah memantik munculnya serangan-serangan lone wolf di berbagai negara. Sebut saja kejadian serangan lone wolf di Prancis, Kanada, Amerika, hingga Inggris.

Kasus-kasus individu lainnya pun muncul. Tidak hanya terjadi pada Islam, tapi juga terjadi pada individu agama lain seperti oknum Hindu di India, oknum Budha di Myanmar, ekstremis sayap kanan Yahudi sampai kasus pembantaian sadis di Christchurch yang dilakukan ekstremis sayap kanan Kristen.

Ekstremisme online didefinisikan sebagai tindakan/sikap seseorang atau satu kelompok yang melebihi batas kenormalan dengan tujuan-tujuan politik, ideologi, atau agama tertentu melalui platform online, baik media sosial maupun platform online lainnya.

Program Christchurch Call menjadi penting untuk mengadang dan melawan kaum ekstremis online ini. Kampanye ini, yang bertujuan untuk menyatukan sejumlah pemerintah dengan perusahaan teknologi top, semakin menguat setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden akan bergabung setelah sebelumnya Donald Trump memutuskan keluar dari kampanye.

Tujuan pembicaraan Macron dan Aldern untuk meneguhkan kembali dukungan politik tingkat tinggi, menentukan tujuan-tujuan baru dari kampanye Christchurch Call, dan meneruskan dialog terbuka dengan agak menuntut dengan perusahaan-perusahaan teknologi.

Para peserta program Christchurch Call diminta untuk mengurangi bahkan menghapus konten-konten ekstremis dan teroris yang keras di media sosial dan platfom online lainnya.

Sampai saat ini belum ada kejelasan pasti tentang kesepakatan-kesepakatan yang sudah dicapai dalam pertemuan pemerintah dengan perusahaan teknologi.

Inisiatif ini melibatkan 52 negara, Komisi Eropa, 10 perusahaan teknologi global, hingga belasan asosiasi masyarakat sipil. Mereka ingin melawan dan menghentikan penggunaan media sosial oleh kaum ekstremis seperti yang terjadi di Christchurch.

Gerakan ini patut mendapat dukungan lebih kuat secara global baik dari pemerintah maupun dari kelompok-kelompok pergerakan sipil dan peradaban. Kehadiran konten-konten keras di media sosial dan platform online berdampak buruk dalam relasi sosial dan keagamaan di banyak negara.

Online extremism ini tidak hanya terkait konten-konten keras yang mengajak dan mempengaruhi publik untuk bertindak sesuai ideologi pemberi pesan. Namun, ini pun menyangkut pemanfaatan media sosial untuk live streaming atas tindakan kelompok tertentu terhadap kelompok lain.

Salah satu pemain utama dalam perlawanan ekstremis online ini adalah media massa terutama media digital. Program Christchurch Call ini harus melibatkan media massa dalam kampanye mereka melawan ekstremis digital. Kita tunggu gebrakan inisiatif Christchurch Call dalam memerangi ekstremisme online yang semakin meresahkan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement