Senin 17 May 2021 16:04 WIB

Pilihan Perubahan

Secara sederhana bisa dikatakan bahwa perubahan itu terjadi atas dua sebab.

HD Iriyanto
Foto: dosen.amikom.ac.id
HD Iriyanto

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : HD Iriyanto

www.bangunkarakterbangsa.com

(Inspirator Metamorphosis; dosen Universitas Amikom Yogyakarta)

Salam Metamorfosa, Salam Perubahan…

Ada kabar baik dan menarik dari masjid darurat di kampung saya. Pada situasi pandemi saat ini, dimana berbagai pembatasan dilakukan, justru melahirkan berkah tak terduga. Dengan makin berkurangnya ustaz yang berasal dari luar kampung, ternyata telah melahirkan ustaz-ustaz internal baru yang banyak didominasi oleh anak-anak muda. Mereka ada yang masih belajar di bangku SMA, namun ada juga yang sudah berstatus mahasiswa.

Tampilan dan bobot ceramah mereka benar-benar membuat para senior berdecak. Bahkan sesepuh takmir sampai berkaca-kaca ketika mengungkapkan kesyukuran dan kegembiraan atas peristiwa ini. Meski tidak disiapkan dengan baik oleh takmir, ternyata proses regenerasi sudah berlangsung secara alamiah. Anak-anak muda akhirnya terpanggil untuk ikut memberi warna pada aktivitas Ramadhan yang baru saja berlalu.

Para pembaca yang siap berubah menjadi lebih baik…

Apa yang saya ungkapkan di atas, merupakan contoh terjadinya sebuah perubahan. Kendati tidak direncanakan dengan seksama, faktanya menunjukkan bahwa perubahan tetap bisa saja terjadi. Kapan saja, di mana saja, dan dialami oleh siapa saja.

Maka, secara sederhana bisa dikatakan bahwa perubahan itu terjadi atas dua sebab. Yang pertama dipaksa oleh keadaan untuk berubah. Ini sering disebut dengan istilah the power of kepepet. Boleh jadi anak-anak muda yang akhirnya tampil sebagai ustaz-ustaz baru di masjid kampung saya tadi, awalnya juga karena dipaksa oleh keadaan. Di sinilah faktor keberanian menjadi sikap kunci yang sangat penting.

Sedangkan yang kedua memaksa diri untuk berubah. Dengan meminjam istilah yang dipakai oleh Suwardi Luis dalam buku 5 Practices of Execution Winner, situasi ini bisa disebut sebagai sense of urgency. Yakni situasi kemendesakan yang sengaja diciptakan sendiri. Agar situasi kemendesakan ini menjadi efektif, dibutuhkan syarat-syarat berikut ini.

Diawali dengan munculnya kesadaran (awareness) akan perlunya berubah, baik dalam rangka bertahan (survive) maupun dalam rangka bertumbuh (growth). Kesadaran ini sangat diperlukan agar seseorang atau institusi tidak terlena atau puas dengan pencapaian dan kenyamanan yang ada. Sebab keterlenaan dan kepuasan pada saatnya bisa menjadi perangkap menuju kemunduran, bahkan kemandegan.

Syarat berikutnya adalah adanya visi yang jelas, yang bisa menggambarkan situasi masa depan yang ingin diwujudkan. Sebuah visi yang jelas akan memudahkan pergerakan dan perjuangan yang harus dilakukan oleh anggota sebuah tim apa pun. Sebuah visi yang jelas juga bisa melahirkan sinergi dan kolaborasi yang efektif, sehingga mampu menciptakan kekuatan akumulatif yang dahsyat.

Sedangkan syarat yang ketiga adalah perlunya faktor penyukses (success factors), baik yang ada pada diri sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia. Faktor penyukses pada diri sumber daya manusia meliputi soft skill maupun hard skill yang membentuk etos dan profesionalisme. Sedangkan faktor penyukses pada diri sumber daya non manusia meliputi penggunaan sistem, teknologi, dan informasi, yang pada akhirnya membentuk budaya kerja.

Perubahan memang telah menjadi jargon dan keniscayaan, bagi siapa pun. Namun dalam realitas kehidupan, perubahan seringkali tidak semudah yang dikatakan dan dibayangkan. Status quo, kenyamanan, dan kegamangan seringkali menjadi musuh yang abadi.

Maka kembali kepada kita masing-masing. Apakah kita membiarkan dipaksa oleh keadaan untuk berubah, memaksa diri untuk berubah, atau terpaksa terlempar dari arus perubahan yang tengah menerjang kita. Selamat mengambil keputusan. Keep spirit & change your life.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement