REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbagai perubahan yang terjadi selama pandemi tak sedikit yang akan berdampak permanen. Salah satunya, terkait tren bekerja hybrid yang mulai hadir sejak satu tahun lalu.
Dikutip dari BBC, Selasa (11/5), Mark Dixon selaku chief executive operator global penyedia ruang kantor fleksibel, IWG, menjelaskan, bekerja dari rumah akan menjadi norma baru dalam dunia kerja pada masa depan. Pada awal pandemi, perusahaan seperti IWG memang sempat mengalami penuruan pertumbuhan mengingat banyaknya orang yang bekerja hanya dari rumah.
Namun, perlahan beberapa perusahaan kini juga mulai kembali mempertimbangkan untuk bekerja di kantor. Meski tidak persis seperti dulu, pada masa sebelum pandemi. "Saat ini, perusahaan makin memikirkan efisiensi dan berupaya lebih ramah lingkungan dengan menerapkan pola kerja hybrid," ujarnya.
Hal ini senada dengan laporan global dari perusahaan penyedia furnitur perkantoran asal AS, Steelcase. Dalam laporan yang dirilis awal Mei 2021 diungkapkan, mayoritas karyawan berharap untuk kembali ke kantor setidaknya selama empat hari sepekan pascapandemi.
Laporan global dari Steelcase ini memperkirakan, konsep kerja hybrid akan menjadi norma bagi perusahaan di seluruh dunia setelah pembatasan keamanan Covid-19 dicabut. Terlepas dari meningkatnya bekerja dari rumah yang disebabkan oleh pandemi, penelitian menunjukkan, kantor akan segera mengeklaim kembali statusnya sebagai lokasi kerja utama.
Namun, hal ini juga menunjukkan sebagian besar perusahaan akan mengadopsi kebijakan kerja fleksibel dalam jangka panjang. Dengan demikian, staf dapat terus bekerja dari rumah untuk beberapa waktu.
Dilansir dari Dezeen, Ahad (9/5), laporan tersebut melibatkan 32 ribu orang dan melakukan pekerjaan di 10 negara. Mayoritas mengatakan, mereka berharap bisa menghabiskan lebih banyak waktu untuk bekerja di kantor dibandingkan di rumah pada masa depan.
Di tujuh dari 10 negara, lebih dari setengah warga yang disurvei juga mengungkapkan, mereka berharap untuk bekerja dari rumah satu hari dalam sepekan atau kurang. Penelitian tersebut juga menemukan 87 persen pemimpin perusahaan pada September 2020 diharapkan memberlakukan kebijakan kerja yang lebih fleksibel dibandingkan sebelumnya.