Oleh : Endro Yuwanto/Jurnalis Republika
REPUBLIKA.CO.ID, Harry Kane kini menjadi sorotan media Inggris dan juga kancah sepak bola dunia. Striker 27 tahun ini dilaporkan tidak lagi punya keinginan bermain di Tottenham Hotspur musim depan.
Kane meminta klub melepasnya musim panas nanti. Ia merasa frustrasi dengan situasi yang dialaminya selama ini. Kane sangat ingin meraih gelar juara, sesuatu yang sejauh ini gagal diraihnya sebagai pemain Tottenham, walau beberapa kali masuk ke final.
Spekulasi seputar masa depan Kane semakin meningkat setelah Spurs kalah oleh Manchester City di final Piala Carabao (Piala Liga) April lalu. Kapten timnas Inggris itu mengaku ingin memenangkan trofi bergengsi dan Spurs tidak cukup kuat untuk melakukan itu.
Hingga pekan ini, Kane belum menyerahkan permintaan transfer resmi atau memperpanjang kontrak di Spurs. Ini akan memungkinkannya pergi musim panas nanti. Apalagi, perjalanan Tottenham tanpa trofi diperpanjang hingga 13 tahun.
Jadi, haruskah Kane tinggal atau pergi? Bisakah ia meraih trofi sekaligus kejayaan di Tottenham, ataukah ia perlu mencari pelabuhan lain?
Dua opsi di depan mata Kane itu terus mengemuka. Tapi, sejarah selalu memberikan banyak pelajaran berharga.
Setelah membantu Blackburn Rovers memenangkan gelar Liga Primer Inggris pada 1995 dan menyelesaikan Piala Eropa 1996 sebagai top skorer, Alan Shearer menolak tawaran Manchester United untuk kedua kalinya. Shearer justru memilih pindah ke klub kota kelahirannya, Newcastle United, senilai 15 juta pound dengan memecahkan rekor transfer dunia, tepat sebelum ia berusia 26 tahun.
Sementara, Man United terus mengisi trofi di lemarinya, Shearer gagal mengeklaim trofi juara lain selama 10 tahun bersama Newcastle. Namun, mantan kapten timnas Inggris itu menjadi pencetak gol terbanyak sepanjang masa Newcastle dan sekarang memiliki patung penghormatan sebagai legenda di luar St James'Park, markas Newcastle.
Francesco Totti juga menolak kemungkinan pindah ke Old Trafford, markas Man United, untuk menghabiskan seluruh kariernya bersama AS Roma. Ia hanya memenangkan satu gelar juara Serie A Italia sepanjang karier. Tapi, tak pernah ada yang menyangkal, Totti adalah legenda Roma sepanjang masa.
Steven Gerrard harus membuat keputusan besar setelah memimpin Liverpool menjuarai Liga Champions pada 2005. Chelsea sempat menawarkan rekor transfer terbesar di Inggris untuk Gerrard. Mantan kapten timnas Inggris ini pun mengatakan ingin pergi. Keesokan harinya, Gerrard yang kala itu berusia 25 tahun berubah pikiran dan menandatangani kontrak baru dengan the Reds. Ia berambisi mengakhiri penantian gelar liga untuk Liverpool sejak 1990.
Meskipun medali juara Liga Primer akhirnya lolos dari mantan gelandang Inggris itu, termasuk lewat kesalahannya saat melawan Chelsea sehingga membantu menyerahkan gelar kepada Manchester City pada 2014, Gerrard masih dihormati dan dianggap legenda di Anfield. Ia akan disambut kembali dengan tangan terbuka jika kembali sebagai pelatih the Reds.
Seperti Liverpool saat itu, Tottenham sejauh ini terus bersaing untuk meraih trofi dengan menjadi finalis Liga Champions 2019 dan Piala Liga musim ini. Tapi, Kane belum jua mengangkat trofi setelah tujuh tahun tampil sebagai pemain reguler Spurs.
Tak lama setelah membantu Tottenham memenangkan trofi besar terakhir, Piala Liga 2008, Dimitar Berbatov yang kala itu berusia 27 tahun bergabung dengan Man United. Striker asal Bulgaria itu memenangkan dua gelar liga dalam empat tahun bersama Man United.
Kemudian setelah melihat Manchester City memenangkan gelar Liga Primer pertama pada 2012, pelatih legendaris Man United Sir Alex Ferguson ingin membuat percikan terakhir di pasar transfer dan mengakhiri karier manajerialnya yang gemilang.
Sir Alex menandatangani kontrak Robin van Persie, yang hanya meraih satu trofi Piala FA selama delapan tahun membela Arsenal. Van Persie baru saja menjadi top skorer Liga Primer bersama Arsenal pada 2012. Van Persie yang kala itu berusia 29 tahun memenangkan gelar top skorer lagi saat Man United merebut kembali gelar liga pada 2013. Tetapi, itu menjadi satu-satunya kehormatan besar bagi penyerang asal Belanda itu dalam tiga tahun di Man United.
Andrew Cole berusia 23 tahun ketika pindah dengan rekor transfer tertinggi Inggris dari Newcastle ke Man United pada Januari 1995. Dan, meski memenangkan delapan trofi dalam tujuh tahun, Cole dan juga Berbatov serta Van Persie, tak segemerlap Shearer dan Gerrard yang bertahan di klub kota asalnya masing-masing.
Apakah catatan gol dan kemudian menjadi legenda penting tanpa trofi juara? Shearer mungkin bisa menjawab apakah gol penting tanpa trofi. Ia tentu akan menunjuk ke patung yang berdiri beberapa meter dari tempat ia menyaksikan skuad Newcastle saat masih kecil. Shearer lebih dikenang karena menjadi pencetak gol terbanyak Liga Primer sepanjang masa (260 gol) daripada karena satu-satunya gelar juara bersama Blackburn.
Sementara itu, Andrew Cole memenangkan trofi dan salah satu pencetak gol terbanyak (187 gol di Liga Primer), namun jarang disebutkan dalam napas yang sama seperti Shearer. Adapun Wayne Rooney, Sergio Aguero, Frank Lampard, dan Thierry Henry semuanya memenangkan trofi sekaligus menjadi pencetak gol terbanyak untuk klub masing-masing. Jadi, mereka tak dihadapkan dalam dilema seperti yang dialami Kane.
Kane kini berada dalam daftar berikutnya pencetak gol terbanyak di Liga Primer (posisi ketujuh dengan 165 gol). Ia juga hanya kalah dari Jimmy Greaves (266 gol) yang mencetak lebih banyak gol untuk Tottenham daripada Kane (220).
Kane punya kans memecahkan rekor Jimmy Greaves di Tottenham atau rekor gol Shearer di Liga Primer. Semua kembali pada diri Kane sendiri, tetap bertahan dan menjadi legenda di klubnya, ataukah pindah ke klub lain demi ambisi meraih trofi. Semua pilihan itu tentu tak lepas dari konsekuensi.