REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) merupakan usaha desa yang dikelola oleh Pemerintah Desa (Pemdes). Kehadirannya bertujuan menjalankan usaha ekonomi atau bisnis di desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Namun sayang, kehadiran BUMDes di desa-desa belum efektif mencapai tujuan yang ditetapkan. Di berbagai daerah, BUMDes dikelola ala kadar, asal jadi dan hanya menghabiskan dana desa.
Menyikapi hal itu, anggota Komite I DPD RI Abraham Liyanto mengusulkan BUMDes harus dikelola pihak ketiga yang profesional. Hal itu agar kehadiran BUMDes benar-benar bisa meningkatkan ekonomi masyarakat.
“Pantauan kami di lapangan, banyak BUMDes asal jadi. Pengurus atau pengelola main tunjuk saja tanpa punya keahlian berusaha. Ini menghabiskan dana desa aja,” kata Abraham di Jakarta, Kamis (27/5).
Ia menjelaskan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa menyebutkan, BUMDes berada di bawah Pemdes. Hal itu terlihat dalam struktur organisasi, di mana Kepala Desa (Kades) duduk sebagai penasihat BUMDes.
Kades bertugas mengawasi dan memberikan nasihat kepada pelaksana operasional dalam menjalankan kegiatan pengurusan dan pengelolaan usaha desa. Selain itu, Kades mempunyai kewenangan meminta penjelasan pelaksana operasional mengenai pengurusan dan pengelolaan usaha desa.
Sementara pengelola atau pelaksana operasional BUMDes adalah perseorangan yang diangkat dan diberhentikan oleh Kades. Artinya, pengelola BUMDes sebagai anak buah atau bawahan Kades.
“Ini yang membuat tidak maju dan berkembang karena pengelola BUMDes diangkat dan diberhentikan Kades. Jadi, suka-suka Kades saja menentukan pengelola BUMDes. Lebih banyak pengurus dipilih dari tim sukses, bukan profesional yang paham berusaha. Kalau dia (Kades, Red) tidak suka, tinggal ganti,” ujar senator asal Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ini.
Dia mengusulkan pengelolaan BUMDes lepas struktur Pemdes dengan dikelola pihak ketiga. Caranya, Kades bermitra dengan lembaga-lembaga profesional yang ada di kabupaten dan kota.
“Di daerah-daerah, ada banyak yayasan, UMKM, koperasi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang sudah profesional, Misalnya di NTT, ada Yayasan Tanaoba Lais Manekat (TLM), ada Koperasi Kredit (Kopdit). Mereka ini sudah berpengalaman berusahan. Bisa menjadi mitra Pemdes,” jelas Abraham.