REPUBLIKA.CO.ID, NEWYORK -- Studi oleh Rockefeller University di New York dan Washington University di St Louis mengungkapkan kekebalan terhadap virus corona bertahan setidaknya satu tahun atau mungkin lebih lama. Kekebalan ini diklaim meningkat seiring waktu setelah vaksinasi.
Temuan dari kedua kampus iut dapat membantu menghilangkan ketakutan yang masih ada bahwa perlindungan terhadap virus akan berumur pendek. Bersama-sama, penelitian menunjukkan kebanyakan orang yang telah pulih dari Covid-19 dan yang kemudian diimunisasi tidak membutuhkan penguat vaksin.
Akan tetapi, orang yang divaksinasi yang tidak pernah terinfeksi kemungkinan besar akan membutuhkan suntikan penguat. Begitu pula sebagian kecil yang terinfeksi tetapi tidak menghasilkan tanggapan kekebalan yang kuat.
Kedua laporan tersebut mengamati orang-orang yang terpapar virus corona sekitar setahun sebelumnya. Sel yang mempertahankan memori virus bertahan di sumsum tulang dan dapat mengeluarkan antibodi kapan pun dibutuhkan, menurut salah satu penelitian, yang diterbitkan di jurnal Nature. Studi lain, yang juga sedang ditinjau untuk publikasi di Nature, menemukan bahwa apa yang disebut sel B memori ini terus menjadi dewasa dan menguat setidaknya selama 12 bulan setelah infeksi awal.
"Makalah ini konsisten dengan literatur yang berkembang yang menunjukkan kekebalan yang ditimbulkan oleh infeksi dan vaksinasi untuk SARS-CoV-2 tampaknya berumur panjang," kata Scott Hensley selaku ahli imunologi di University of Pennsylvania yang tidak terlibat dalam penelitian ini sebagaimana dilansir dari the Irish Times pada Kamis (27/5).
Studi tersebut dapat meredakan kekhawatiran bahwa kekebalan terhadap virus bersifat sementara. Hensley menyampaikan seperti halnya virus corona yang menyebabkan flu biasa, tetapi virus-virus itu berubah secara signifikan setiap beberapa tahun,
"Alasan kita terinfeksi virus korona biasa secara berulang-ulang sepanjang hidup mungkin lebih berkaitan dengan variasi virus ini daripada kekebalan," ujar Hensley.