Oleh : Gita Amanda, Jurnalis Republika.co.id
REPUBLIKA.CO.ID, "Yah, Mama nggak bisa beli diskonan lagi dong," ujar Mama, saat mendengar seluruh supermarket Giant akan menutup seluruh gerainya pada akhir Juli mendatang.
Bagi ibu-ibu macam Mama saya, datang ke Giant dan berburu diskon akhir pekan merupakan hiburan tersendiri. Terlebih, kekhawatiran akan penularan Covid-19 membuat ia semakin terbatas untuk bepergian. Berkunjung ke Giant, yang letaknya tak jauh dari rumah, membawa kebahagiaan untuknya.
Tapi bukan Mama saja yang sedih, kesedihan juga tampak dalam sebuah video singkat, yang viral di media sosial. Di sana tampak, para karyawan Giant berkumpul menyaksikan pengumuman tutupnya seluruh toko Giant di Indonesia. Beberapa dari mereka tampak lesu, lainnya terlihat menangis dan berpelukan dengan sesama karyawan.
Giant di bawah naungan Hero Group pertama kali membuka gerainya di Indonesia pada 2002. Awalnya, Giant hanya akan berfokus pada segmen minimarket. Namun kebutuhan konsumen akan pusat perbelanjaan yang lengkap dengan harga murah, membuat Giant berubah fokus menjadi model hypermarket.
Dari satu gerai, Giant terus melebarkan sayapnya hingga ratusan gerai. Namun, mulai 2018 lalu, bisnis retail termasuk makanan menemui tantangan berat. Sedikit demi sedikit Giant mulai menutup sejumlah gerainya.
Puncaknya sepertinya tejadi saat pandemi Covid-19 melanda dunia dan mengantam berbagi sektor industri, termasuk ritel. Kondisi ekonomi yang kian tak menentu akibat berbagai pembatasan sosial, membuat daya beli masyarakat semakin merosot. Ini tentu berdampak besar pada bisnis ritel.
Kini masyarakat lebih banyak memanfaatkan platform belanja online. Atau mereka lebih berhemat dengan berbelanja di gerai-gerai minimarket yang kini gencar memberikan beragam promo. Alhasil ritel besar seperti Giant semakin terhantam.
Akhirnya, Hero Group memutuskan menutup 359 gerainnya di seluruh Indonesia. Mereka mengaku ke depan akan lebih fokus pada merek dagang untuk kalangan menengah atas seperti IKEA, Guardian dan Hero Supermarket. Merek dagang tersebut dinilai memiliki potensi pertumbuhan lebih tinggi dibanding Giant.
"Kami tetap meyakini sektor peralatan rumah tangga, kesehatan dan kecantikan, serta keperluan sehari-hari untuk kelas atas memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi," ujar Presiden Direktur Hero Supermarket Patrik Lindvall dalam siaran persnya beberapa waktu lalu. Hero Group pun berencana melipat gandakan gerai IKEA dan Guardian serta Hero Supermarket.
Sementara menurut Head of Corporate and Consumer Affairs PT Hero Supermarket Tbk Diky Risbianto, gerai Giant di seluruh Indonesia bakal ditutup permanen pada akhir Juli 2021. Tapi Hero Group berjanji akan "memastikan proses yang adil" bagi seluruh mitra bisnis mereka, termasuk para karyawan. Mereka akan diberikan kompensasi terkait penutupan Giant ini. Bahkan menurut Diky, Hero Group mempersilakan karyawan Giant melamar kembali ke unit perusahaan Hero lainnya.
Namun dari ribuan karyawan, tentu tak semua akan bisa lolos lagi melamar ke unit usaha Hero lainnya bukan? Semoga ini bukan sekadar janji manis belaka dari manajemen. Sebab tentu ada nasib ribuan karyawan dan puluhan ribu keluarga mereka yang terdampak keputusan penutupan Giant ini. Kebayangkan, di masa pandemi mereka harus semakin keras berjuang dengan pemutusan hubungan kerja ini.
Belum lagi mereka-mereka yang mungkin sudah tidak muda lagi. Kesempatan mendapatkan pekerjaan baru tentu semakin berat. Semoga Hero Group benar-benar memperhatikan hal tersebut, sehingga bisa memberikan kompensasi yang layak untuk para karyawannnya.
Giant tak Sendiri
Hantaman pandemi nyatanya memang tak hanya menyerang Giant. Sejumlah retail di Tanah Air sejak tahun lalu juga mulai menunjukkan ketidakmampuannya menghadapi "badai" Covid-19 yang melanda segala lini kehidupan termasuk ekonomi.
Pembatasan sosial membuat banyak bisnis model ritel semakin kehilangan pengunjung dan pendapatan. Peralihan ke digital tentu tak bisa serta merta langsung menyelamatkan bisnis.
Sebut saja Ramayana dan Matahari Departemen Store yang sudah lebih dulu menutup sejumlah toko mereka akibat pandemi. Atau ritel fesyen H&M yang juga menutup ratusan tokonya di Tanah Air. Restoran siap saji anak perusahaan Lotte Mart, Lotteria Indonesia, juga menutup seluruh gerainya pada pertengahan Juni tahun lalu.
Berkurangnya pengunjung, karena kekhawatiran akan penularan Covid-19 membuat pendapatan bisnis ritel-ritel ini merosot tajam. Pandemi yang belum terlihat ujungnya ini pun mulai membuat banyak ritel mengubah pola 'jualan' mereka dengan lebih meningkatkan layanan digital. Alhasil pengurangan toko dan karyawan pun tak lagi bisa terelakkan.
Sungguh ironis, betapa hantaman pandemi Covid-19 ini belum juga berkurang meski telah satu tahun lebih berjalan. Padahal, awal Mei lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ekonomi Indonesia mendekati zona positif.
Kepala BPS Suhariyanto mengumumkan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2021 minus 0,74 persen terhadap periode sama tahun lalu 2020 (year on year/yoy). Menurut Suhariyanto, angka tersebut menunjukkan adanya tren perbaikan semenjak ekonomi Indonesia mengalami kontraksi pada kuartal II 2020 akibat pandemi Covid-19.
Suhariyanto dalam pemaparannya mengaku optimistis tren pemulihan akan terus berlanjut. Apalagi, perekonomian global pada kuartal I menunjukkan perbaikan.
Ini menurutnya, tercipta akibat program vaksinasi Covid-19 yang telah dilakukan maupun sedang berlangsung di beberapa negara, termasuk di Tanah Air. Untuk itu, pemerintah terus menggencarkan program vaksinasi Covid-19. Tujuan akhirnya, tentu tercapainya kekebalan global yang mampu mengakhiri pandemi Covid-19.