REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Negara miskin dan berkembang lebih dulu merasakan dampak perubahan iklim. Saat ingin ikut berdiskusi di forum internasional dan menceritakan kisah mereka, koneksi internet pun ngadat.
Aktivis lingkungan dari Zambia, Precious Kalombwana, sangat senang ketika tahu ia akan mengikuti lokakarya pelatihan online dengan mantan Wakil Presiden AS, Al Gore. Sayangnya, saat giliran dia berbicara di forum tersebut, koneksi internetnya putus sambung. Tidak ada orang yang bisa mendengarnya dengan jelas.
Pandemi COVID-19 memang telah banyak memindahkan acara-acara dari dunia nyata ke dunia maya, termasuk pembicaraan iklim PBB yang dimulai pada hari Senin (1/6). Di satu sisi, perpindahan ini mempermudah para ahli dan aktivis di seluruh dunia untuk berpartisipasi.
Namun di sisi lain, orang-orang yang tinggal di berbagai tempat tanpa konektivitas yang dapat diandalkan mengatakan bahwa mereka ketinggalan. Bagi Kalombwana, 27, workshop dengan Al Gore ternyata jadi pengalaman yang membuatnya frustrasi.
"Sangat mengesalkan dan sangat membuat stres saat Anda mencoba terhubung dan Anda tidak dapat berbicara," kata Kalombwana, yang tergabung dalam wadah kampanye nirlaba untuk aksi iklim, Jaringan Warga untuk Pengembangan Komunitas Zambia.
"Saya ingin ambil bagian dalam pertemuan itu karena itu sangat penting bagi saya sebagai aktivis iklim. Saya ingin berhubungan dengan orang lain, mendengar lebih banyak ide tentang apa yang bisa kita lakukan. Saya frustrasi ketika saya tidak bisa melakukannya," tutur Kalombwana kepada Thomson Reuters Foundation melalui telepon.