Rabu 02 Jun 2021 18:34 WIB

Studi: 37 Persen Kematian Diakibatkan oleh Perubahan Iklim

Sao Paulo di Brasil, memiliki kematian akibat panas terkait iklim paling banyak.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Dwi Murdaningsih
Seorang anak ikut dalam aksi di Brisbane, Australia,  menyelamatkan bumi dari perubahan iklim global (Ilustrasi)
Foto: DAN PELED/EPA-EFE
Seorang anak ikut dalam aksi di Brisbane, Australia, menyelamatkan bumi dari perubahan iklim global (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Studi mengungkapkan kematian manusia kebanyakan diakibatkan oleh perubahan iklim. Iklim yang cepat berganti seperti, badai, banjir dan kekeringan membuat jumlah kematian manusia meningkat. Namun, studi ini masih harus diteliti lebih lanjut.

"Ini kematian terkait panas yang sebenarnya bisa dicegah.  Itu adalah sesuatu yang kami sebabkan secara langsung,” kata Ahli Epidemiologi di Institut Pengobatan Sosial dan Pencegahan di Universitas Bern di Swiss Ana Vicedo-Cabrera dikutip dari tampabay.com, Rabu (2/6).

Baca Juga

Dia melanjutkan persentase kematian akibat panas tertinggi yang disebabkan oleh perubahan iklim terjadi di kota-kota di Amerika Selatan. Ia menunjuk ke Eropa selatan dan Asia selatan sebagai titik panas lainnya untuk kematian akibat panas terkait perubahan iklim.

Daerah Sao Paulo di Brasil, memiliki kematian akibat panas terkait iklim paling banyak rata-rata 239 orang per tahun. Lalu, sekitar 35 persen kematian akibat panas di Amerika Serikat dapat disebabkan oleh perubahan iklim, demikian temuan studi tersebut.

Ada total lebih dari 1.100 kematian per tahun di sekitar 200 kota di AS. Honolulu memiliki porsi kematian akibat panas tertinggi yang disebabkan oleh perubahan iklim 82 persen.

Sementara itu, Direktur Institut Kesehatan Global di Universitas Wisconsin Jonathan Patz mengatakan orang-orang terus meminta bukti kalau perubahan iklim sudah mempengaruhi kesehatan manusia. 

"Studi atribusi ini secara langsung menjawab pertanyaan itu menggunakan metode epidemiologi mutakhir dan jumlah data yang dikumpulkan penulis untuk analisis sangat mengesankan," kata dia.

Diketahui, para ilmuwan menggunakan data kematian selama beberapa dekade di 732 kota untuk memplot kurva yang merinci bagaimana tingkat kematian setiap kota berubah dengan suhu dan bagaimana kurva panas-kematian bervariasi dari kota ke kota.  Beberapa kota beradaptasi dengan panas lebih baik daripada yang lain karena AC, faktor budaya dan kondisi lingkungan.

Kemudian, peneliti mengambil suhu yang diamati dan membandingkannya dengan 10 model komputer yang mensimulasikan dunia tanpa perubahan iklim. Perbedaannya adalah pemanasan yang disebabkan oleh manusia.  Dengan menerapkan teknik yang diterima secara ilmiah pada kurva kematian panas individual untuk 732 kota, para ilmuwan menghitung kematian akibat panas ekstra dari perubahan iklim.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement