REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sepuluh tahun ke depan akan menentukan nasib bumi akibat dari perubahan iklim. Konferensi Perubahan Iklim Dunia (COP26) yang akan diselenggarakan di Glasgow, Inggris, pada November mendatang akan membahas upaya dunia untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat celsius.
Ketua COP26 Alok Sharma mengatakan, ia telah banyak menyaksikan komunitas yang telah mengungsi dari rumah mereka akibat dari perubahan iklim. Kejadian ini telah terjadi di seluruh dunia.
Menurutnya, sepuluh tahun ke depan akan menentukan nasib planet ini, sehingga ia meminta negara-negara yang hadir dalam konferensi mendatang untuk maju dengan komitmen nol-bersih mereka pada pertengahan abad ini (2050).
"Kenyataannya adalah jika suhu global terus meningkat, kita akan melihat lebih banyak lagi, ratusan juta orang terkena dampaknya; kehidupan dan penghidupan." kata Alok Sharma dalam diskusi dengan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Rabu (2/6).
Sharma menjelaskan, bahwa Perjanjian Paris tidaklah cukup untuk menekan kenaikan suhu bumi. Nationally Determined Contribution (NDC) atau kontribusi nasional untuk mengurangi dampak perubahan iklim, yang disepakati pada Perjanjian Paris menurutnya tidak akan membawa kita ke suhu 1,5 derajat celcius.
COP26 telah meminta setiap negara G7 untuk menyetujui target pengurangan ambisius, yakni nol bersih pada tahun 2050. Akan tetapi, target ini membutuhkan semua negara-negara G20 juga ikut, kata Sharma, termasuk Indonesia.
"Dalam hal target pengurangan emisi netral itu, saya pikir 61 NDC telah maju mewakili 88 negara, itu bagus, kita membutuhkan semua orang untuk maju dengan ambisi tersebut." katanya.
Dalam COP26, negara-negara yang ikut serta diharapkan telah menyiapkan strategi jangka panjang mereka menuju titik nol pada 2050 mendatang. Strategi jangka panjang tersebut juga dapat dilaksanakan bersama-sama antar negara. COP-26 telah membentuk forum untuk bekerja sama dalam hal ini. Pertama, dewan transisi energi di mana para menteri dari seluruh dunia dapat berkumpul dan mendiskusikan bagaimana kita semua dapat bekerja sama untuk transisi ke energi bersih.
Kedua, dewan kendaraan tanpa emisi sehingga para menteri dari negara-negara pasar mobil terbesar dapat berkumpul untuk melihat bagaimana kita dapat beralih ke kendaraan listrik.
"Ada banyak pekerjaan yang dapat dilakukan secara kolaboratif, tetapi setiap negara perlu melangkah maju dan menunjukkan tindakan tepat apa yang dapat mereka ambil untuk mewujudkan ambisi tersebut," katanya.