Kamis 10 Jun 2021 00:05 WIB

Apa Dalang di Balik Masalah Pembekuan Darah AstraZeneca?

Banyak negara hentikan penggunaan AstraZeneca terkait kasus pembekuan darah.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Nora Azizah
Banyak negara hentikan penggunaan AstraZeneca terkait kasus pembekuan darah.
Foto: AP/Sakchai Lalit
Banyak negara hentikan penggunaan AstraZeneca terkait kasus pembekuan darah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kehadiran vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh Oxford dan AstraZeneca mendapatkan respons yang baik, khususnya di Inggris. Namun belum sampai empat bulan setelah diluncurkan, banyak negara-negara yang memilih untuk menunda penggunaan vaksin tersebut.

Keputusan tersebut diambil setelah muncul kasus-kasus blood clot atau pembekuan darah yang berkaitan dengan vaksin Covid-19 Oxford/AstraZeneca ini. Kejadian tersebut mendorong munculnya beragam pertanyaan terkait vaksin Oxford/AstraZeneca ini.

Perlu dipahami, pembekuan darah terkait vaksin Oxford/AstraZeneca merupakan kasus yang langka. Pada kelompok berisiko tinggi sekali pun, masalah ini sangat jarang ditemukan.

Sebagai contoh, kemungkinan terjadinya pembekuan darah terkait vaksin Oxford/AstraZeneca pada kelompok berusia di atas 40 tahun adalah satu banding 100 ribu. Risiko ini baru meningkat jadi satu banding 60 ribu pada kelompok berusia 30 tahun ke bawah.

Pada April 2021, laporan dalam Cosmos menyebutkan bahwa terdapat 168 kasus pembekuan darah dalam 21,2 juta dosis vaksin Oxford/AstraZeneca yang sudah disuntikkan. Dengan kata lain, pembekuan darah terjadi sebanyak delapan kasus per 1 juta dosis vaksin yang diberikan.

Sebagai perbandingan, kasus pembekuan darah yang tak berkaitan dengan vaksin terjadi pada lima dari satu juta oran setiap tahun. Oleh karena itu, vaksin Oxford/AstraZeneca dinilai memang turut memicu peningkatan kasus pembekuan darah, tetapi tidak besar.

Terlepas dari itu, peneliti masih berupaya untuk mengerucutkan hal-hal yang mungkin meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami pembekuan darah terkait vaksin Oxford/AstraZeneca. Dua hal yang kini dicurigai sebagai faktor risiko dan mendapatkan banyak perhatian peneliti adalah kontrasepsi oral dan kebiasaan merokok, seperti dilansir Health Digest, Rabu (9/6).

 

Merokok

Kebiasaan merokok diketahui dapat meningkatkan risiko terjadinya pembekuan darah. Menurut American Blood Clot Association, sekitar 600 bahan yang ada di dalam rokok dapat menyebabkan perubahan pada permukaan trombosit darah. Hal tersebut membuat trombosit darah menjadi lebih rentan untuk menumpuk dan membentuk gumpalan atau pembekuan darah.

 

Kontrasepsi Oral

Saat ini, kaitan antara kontrasepsi oral dengan pembekuan darah tidak banyak diketahui. Namun pada 2009 dan 2019, hubungan di antara kontrasepsi oral dan pembekuan darah sempat menjadi sorotan akibat kasus obat kontrasepsi Yaz dari Bayer.

Kala itu, ada 19.000 gugatan terhadap Bayer karena Yaz. Dalam gugatan tersebut diungkapkan bahwa Yaz diduga menyebabkan pembekuan darah, serangan jantung dan strok. Gugatan ini mencuat setelah Yaz diketahui dapat meningkatkan risiko pembekuan darah secara signifikan.

Yaz bukan satu-satunya kontrasepsi oral yang dapat memicu risiko pembekuan darah. Menurut studi dalam jurnal Frontiers of Neurology pada 2015, diungkapkan bahwa kontrasepsi oral apa pun dapat membuat perempuan berisiko mengalami pembekuan darah hingga 7,59 kali lebih besar.

Terkait vaksin Oxford/AstraZeneca, kasus pembekuan darah juga lebih banyak dialami perempuan dibandingkan laki-laki. Akan tetapi, saat ini peneliti masih melakukan penelitian lebih jauh terkait hubungan antara kontrasepsi oral dengan peningkatan risiko pembekuan darah terkait vaksin Oxford/AstraZeneca. Kemungkinan hubungan antara keduanya tak dapat diabaikan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement